Minggu, 09 September 2012

Kata-Kata Bijak


KATA2 BIJAK
Setiap orang seharusnya melakukan 2 hal dengan kesungguh-sungguhan : mengerjakan hal yang sangat ia sukai, dan mengerjakan hal yang sangat ia benci.
Kemarahan adalah keadaan dimana lidah bekerja lebih cepat daripada pikiran, dan tindakan lebih cepat dari nurani.

Tak ada yang mampu mengubah masa lalu, tapi anda dapat merusak masa depan dengan menangisi masa lalu dan merisaukan masa depan.
Kekayaan sejati tidak diukur dari seberapa banyak investasi yang dia lakukan untuk memperoleh uang, tetapi seberapa besar investasi yang dia lakukan untuk memperoleh akhirat.

Senyum adalah anugrah Tuhan bagi setiap manusia yang mengandung cahaya kebaikan dan kesucian, membawa kedamaian bagi yang melihat, dan menumbuhkan welas asih bagi yang memberi. Maka tersenyumlah kepada semua orang.
Lebih mudah untuk melawan ribuan orang bersenjata lengkap dibandingkan melawan kesombongan diri sendiri.

Apa yang anda lakukan hari ini, merupakan kunci kebaikan ataupun juga kehancuran hari esok anda. Lakukanlah yang terbaik untuk hari ini.
Betapa sulitnya manusia bersyukur atas nafas yang masih berhembus di badan. Namun betapa mudahnya manusia mengeluh hanya karena kakinya menginjak kotoran.

Apapun yang terjadi pada anda esok hari itu karena apa yang anda lakukan hari ini.
Tuhan tidak menurunkan takdir begitu saja. Tuhan memberikan takdir sesuai dengan apa yang kita lakukan. Jika kita maju dan berusaha, Tuhan akan memberikan takdir kesuksesan. Jika kita lengah dan malas, maka Tuhan akan memberikan takdir kegagalan.

Kepada orang bodoh sekalipun TUHAN mengirimkan keberuntungan, kepada orang gila sekalipun TUHAN memberikan rejeki kehidupan.
Saat kita menatap ke belakang sesungguhnya kita telah tertinggal dengan orang yang merangkak ke depan. Sesungguhnya masa lalu adalah guru bagi kita untuk menatap dan membangun masa depan.

Hal tersulit dalam kehidupan ini bukanlah untuk melampaui orang lain, tetapi melampaui ego dan diri kita sendiri.
Banggalah pada dirimu sendiri, Meski ada yang tak Menyukai. Kadang mereka membenci karena Mereka tak mampu menjadi seperti dirimu.

Duri dalam kaki sulit ditemukan, Apalagi duri dalam hati. Jika ada orang yang melihat duri di hatinya, mana mungkin kesedihan akan berkuasa?
Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang pasangan.Ada tangan kanan,ada tangan kiri.Ada yang pintar,ada yang bodoh.Jangan bilang kau tak pernah mengecap manisnya keberhasilan,jangan bilang kau gak pernah mengecap pahitnya kegagalan.Tapi biarlah semua seperti air mengalir dan lakukanlah yang terbaik didalam keseharianmu

Jika kamu takut melangkah, lihatlah bagaimana seorang bayi yang mencoba berjalan. Niscaya akan kau temukan, bahwa setiap manusia pasti akan jatuh. Hanya manusia terbaik lah yang mampu bangkit dari ke jatuhannya.
Tuhan adalah sebagaimana yang kamu pikirkan, Jika kau berpikir Tuhan itu Baik, maka Tuhan akan baik padamu. Namun jika kamu pikir Tuhan itu Buruk, maka Tuhan akan memperlakukan mu dengan Buruk.

Jika kamu tidak suka apa yang ada di sekeliling mu, ubahlah, setidaknya ubahlah dirimu sendiri. Ingat, kamu bukan sebatang pohon.
Manusia terbaik adalah yang selalu berusaha membuat orang lain senang. Lakukanlah walaupun kamu harus meninggalkan mereka dan sendirian.

Kelebihan kita adalah, kita mampu memulai, dan kita juga mampu untuk MENGAKHIRI.
Kita Selalu punya pilihan tiap hari. Tinggal kita memilih, memulai niat baik yang kemarin, ataukah menunggu dan mendapatkan rasa penyesalan besok.

Jika kamu melihat dunia, maka lihatlah kebawah, karena jika kau menengadah, maka yang kau dapatkan adalah sakit leher dan mata yang berkunang-kunang.
Hidup ibarat menaiki sepeda, agar tidak terjatuh dari sepeda dan menjaga keseimbangan, kita harus terus bergerak, dan mengayuhkan kaki.

Sebaik-baiknya perdagangan, adalah menjual amal baik untuk ditukarkan dengan surga.
Yang terbaik adalah : "Aku telah mencobanya", dan yang terburuk adalah : "Aku akan mencobanya"

Kadang kita lupa, bahwa untuk melihat diri kita, jalan terbaik adalah melalui mata orang lain.
Ingatlah, kepedihan kita hari ini akan terasa indah dan manis saat kita mengingatnya kelak.

Kumpulkanlah kesalahan saat ini, karena kelak kumpulan kesalahan yang bernama pengalaman itu akan membawamu kepada puncak ke suksesan.
Tuhan sebenarnya tengah bermain catur dengan kehidupan kita. Dia menggerakkan bidak-bidaknya bernama tantangan, cobaan dan godaan, kemudian duduk kembali melihat reaksi kita. Jadi buatlah langkah terbaik sebelum Tuhan memberi kita Skak Mat.

Perlakukanlah setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat yang tulus, meski mereka berlaku buruk padamu.lngatlah bahwa penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tapi karena siapakah dirimu.
Burung Hantu dijadikan simbol kebijakan, karena Seekor burung hantu yang bijaksana duduk di sebatang dahan. Semakin banyak ia melihat, semakin sedikit ia berbicara. Semakin sedikit ia bicara, semakin banyak ia mendengar. Mengapa kita tidak mencoba menjadi seperti burung hantu yg bijaksana itu?

Berduka, berkabung dan menyesali tak kan pernah mampu mengubah keadaan. Hanya bergerak, melangkah dan berbuatlah yang bisa menggantikan kedukaan menjadi kebahagiaan.
Berbuatlah dan jalankan semua impianmu, karena sebenarnya dalam dirimu telah terdapat energi dan kemampuan untuk melakukan apapun.

Kesalahan kita yang paling buruk adalah terlalu sibuk mengamati dan mengurusi kesalahan orang lain.

Orang yang gagal selalu mencari jalan untuk menghindari kesulitan, sementara orang yang sukses selalu menerjang kesulitan untuk menggapai kesuksesan.

Sebenarnya kegagalan kita bukanlah karena adanya kesulitan yang menghambat langkah kita, Tetapi karena ketidak beranian untuk melawan rasa takut dalam diri.
Jadilah manusia yang pada saat kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tapi hanya kamu sendiri yang menangis. Dan pada saat kematianmu semua orang menangis sedih, tapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.

Bila kegagalan itu bagai hujan, dan keberhasilan bagaikan matahari, maka butuh keduanya untuk melihat pelangi.
Anda bisa memiliki apa pun yang Anda inginkan, jika Anda mampu menghilangkan keyakinan bahwa anda tidak akan mendapatkan yang anda inginkan.

Jika Anda menginginkan sesuatu yang belum anda miliki, maka Anda akan harus melakukan sesuatu yang belum pernah anda lakukan.
Kebesaran Seseorang Tidak Terlihat Ketika Dia Berdiri Dan Memberi Perintah, tetapi ketika dia berdiri sama tinggi dengan orang lain, dan membantu orang lain untuk mencapai yang terbaik dari diri mereka.



RefleCtion with the poor


LAPORAN REFLEKSI HOM
SEMINARIUM INTERNUM
INJIL YANG HIDUP

Oleh                : Fr. Flavianus Santo, CM
Angkatan        : 2010/2011

Di suatu minggu yang cukup cerah namun terasa sedikit panas sehingga kulit ini terasa sedikit terbakar.  Pada saat itulah saya yang ditemani oleh Galan yang juga merupakan teman HOM ku selama menjalani pendidikan dan pembinaan di Seminarium Internum ini selama setahun kedepan. Minggu ini yang merupakan minggu ke tiga dalam bulan Agustus 2010 merupakan hari penentuan bagi kami untuk memilih dan menentukan tempat HOM (Hari Orang Miskin) yang akan kami jalani selama di Seminariun Internum. Siang itu saya dan Galan mengayuhkan sepeda tua kami menuju perempatan Rampal (sebuah nama perempatan yang ada di kota Malang) jarak yang kami tempuh dari Seminariun Internum kurang lebih 40 menit. Ketika kami tiba di persimpangan rampal, awalnya kami hanya mengamat-amati dan hanya sekedar ingin melihat situasi di tempat itu saja. Namun pada saat itu kami melihat seorang pria yang sedang berjualan koran, akhirnya ketika ia selesai menjual korannya dan berteduh di bawah sebuah pohon yang rindang yang ada di pinggir jalan di persimpangan rampal dan kami pun memberanikan diri untuk mendekatinya dengan maksut berkenalan dengannya. Awalnya kami hanya sekedar berkenalan, ia memperkenalkan dirinya dengan nama Hanafi, tidak banyak yang kami bicarakan pada perjumpaan yang pertama ini, dalam benak saya yang saya pikirkan pada saat itu adalah cukup berkenalan saja dulu dengan orang-orang yang ada disekitar itu untuk langakah awal perjalanan kami.
Selama kurang lebih satu tahun yang pada setiap hari minggu kami selalu berkunjung kesana dan persahabatan yang terjalin di antara kami yang berawal dari bulan Agustus 2010 sampai pada pertengahan juni 2011 ini banyak hal yang aku ketahui dan aku pelajari dari mas Hanafi. Yang saya ketahui mas Hanafi sekarang sudah berusia 27 tahun walaupun terlahir cacat pada kedua tangannya, namun ia tidak pernah patah semangat untuk tetap bekerja mencari nafkah bagi keluargannya. Istrinya juga cacat di kaki sebelah kirinya namun anaknya terlahir dengan normal mungkin inilah yang namanya kasih Tuhan. Mas Hanafi orangnya berperawakan agak kurus dengan tinggi kurang lebih 160 cm, mempunyai rambut ikal, yang kekhasannya ialah ia selalu mengenakan sepatu jika berjualan Koran, murah senyum jika berhadapan dengan semua orang dan ramah. Selama menjalani HOM dan kenal dengan mas Hanafi, banyak hal yang saya timba dari mas Hanafi dari kehidupannya sehari-hari melalui perjumpaan kami sharing kami, prilakunya, pembicaraannya dll. Banyak nilai-nilai kehidupan yang saya timba dari mas Hanafi mengenai kehidupan ini. Saya sadari memang benar dengan apa yang sering dikatakan oleh kebanyak orang bahwa kita juga bisa belajar banyak hal dari orang-orang miskin dan saya sungguh-sungguh merasa di Injili terutama mengenai betapa beratnya menjalani kehidupan ini, namun masih tetap bertahan dengan adanya beberapa kekuatan dalam diri manusia. Hal-hal kongkrit yang saya rasakan bahwa saya belajar dari teman-teman saya terutama mas Hanafi mengenai semangat-semangat dan keutamaan-keutaman seperti berikut:
1.     Ketulusan untuk berbagi
Dulu sewaktu saya baru pertama kali mengenal mereka, saya merasa bingung entah harus berbuat apa agar bisa mengenal mereka dan bersahabat dengan mereka. Namun seiring berjalannya waktu saya memperoleh sebuah keyakinan yang dengan demikian menjadikan persahabatan yang telah kami jalin menjadi lebih bermakna. Keyakinan itu adalah sebuah ketulusan, ketulusan menjadi seorang sahabat, ketulusan dalam menjalin relasi dalam persahabatan, ketulusan untuk saling terbuka satu sama yang lainnya, ketulusan yang sungguh-sungguh keluar dari hati kita yang paling dalam. Demikian juga dengan mas Hanafi yang saya rasakan dia dengan tulus bersahabat dengan kami, tidak ada yang ia takutkan atau segani dengan kami. Lebih dari itu ia juga termasuk orang yang apa adanya, semuannya saya ketahui dari apa yang pernah saya lihat dan saya rasakan selama menjalani persahabatan dengan mas Hanafi selama ini. Memang terkadang tidak mudah untuk bersahabat dengan orang lain dengan tulus, kadang-kadang kita merasa malu, marasa kurang percaya terhadap orang lain. Ketulusan sangatlah penting dan sangat bermakna dalam menjalani persahabatan, disisi lain juga dalam menjalani persahabatan jangan memandang status atupun derajat seseorang. Tidak jarang kita jumpai orang-orang yang mengharapkan balasan dan keuntungan  ketika membantu seseorang. Membantu hanya dengan tujuan mencari nama baik, membantu supaya kelak juga dibantu. Namun hal ini tidak aku jumpai dengan teman-temanku di persimpangan rampal terutama mas Hanafi. Mereka senantiasa saling berbagi satu sama yang lainnya di perempatan rampal.
Pada suatu hari, setelah cukup lama berbincang-bincang tiba-tiba datang seorang pria setengah baya  bernama Yusup yang juga telah lama aku kenal. Ketika pak Yusup mendekati kami, mas Hanafi mengeluarkan beberapa uang ribuan dari saku celananya lalu menyerahkan uang itu kepada pak Yusup. Aku hanya diam saja waktu peristiwa itu terjadi. Namun tak lama setelah itu mas Hanafi menceritakan kepadaku bahwa uang yang ia serahkan kepada pak Yusup tadi adalah uang hasil jualan koran milik pak Yusup. Mas Hanafi mengatakan bahwa setelah korannya habis terjual ia tidak langsung pulang melainkan membantu pak Yusup untuk menjual koran-koran miliknya yang masih banyak tersisa. Seperti sepenggal cerita di atas juga memberi contoh kepada kita untuk menumbuhkan sikap saling membantu dengan tulus/iklas tanpa mengharapkan imbalan.“Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu”.(Matius 6:3). Hal itu juga berlaku kepada kita semua untuk membantu sesama kita dengan iklas. Sikap tulus untuk berbagi dengan sesama terutama mereka yang miskin merupakan salah satu pemberian diri yang sempurna yang berkenan di hadapan Allah. Kebanyakan orang beranggapan dengan memberi bantuan saja sudah cukup,namun hal itu akan menjadi lebih dari sekedar cukup jika kita mau meluangkan waktu kita untuk mereka yang membutuhkan sapaan, perhatian dan teman yang mau bersahabat dengan mereka dengan menghargai mereka. Inilah salah satu pemberian kita kepada Allah dengan peduli terhadap mereka yang dianggap miskin.
Teladan yang diberikan oleh ibu Teresa yang sangat peduli terhadap kaum miskin sangat penting untuk kita hidupkan kembali. Ibu Teresa bukan hanya membantu orang-orang miskin dengan memberi makanan/minuman, atau hanya sekedar pakaian saja melainkah lebih dari itu ia merawat orang-orang yang sakit tanpa merasa jijik. Ia memperhatikan orang-orang yang miskin melebihi perhatian dan kepeduliannya terhadap dirinya sendiri, karena ia merasakan kehadiran Kristus dalam diri orang-orang miskin yang ia layani dengan jiwa dan raganya. Peduli terhadap sesama terutama terhadap mereka yang miskin merupakan ungkapan iman dan cinta kita kepada Allah, karena Allah hadir dalam diri orang-orang miskin. Hanya cinta yang memampukan seseorang untuk bisa berbagi dengan tulus kepada sesama.

2.     Kesabaran
Di zaman yang serba modern ini tidak jarang kita jumpai orang-orang yang tidak sabar dalam menjalani atau melakukan  sesuatu. Contohnya saja ketika kita sedang berada di lampu merah dan tak jarang kita mendengar klakson yang memekakkan telinga kita dari orang yang berada di belakng kita yang sepertinya dikerjar-kejar olah waktu dan kelihatan seperti tergesa-gesa.  Ini adalah salah satu contoh yang serhana namun sering saya alami setiap hari minggu jika saya berangkat HOM menuju persimpangan Rampal. Kerap kali saya juga merasa kesal dan mangkel dalam diri sendiri selama perjalanan karena sering di klakson terus oleh mobil-mobil mewah yang berada di belakang saya. Mentang-mentang saya hanya mengendarai sepeda ontel yang jelek dan tua jadi seenaknya saja, begitulah perasaan yang ada di dalam hatiku. Sering saya beranggapan bahwa kebanyakan orang memang sudah tertular virus yang satu ini yaitu virus ketidaksabaran. Namun anggapanku yang seperti itu ternyata tidak sepenuhnya benar, semua saya rasakan setelah saya menyaksikan sendiri sosok seseorang yang dengan sabarnya melakuakan sesuatu walaupun kelihatanhnya sangat sederhana. Ya, semuannya saya alami dan saya dapatkan semenjak saya mengenal mas Hanafi.  Selama saya mengenal mas Hanafi saya sedikit tau dan sering menyaksikan dia ketika ia menjual korannya.
Biasanya Koran-koran yang ia jual habis sekitar jam 10.00 atau paling lambat jam 10.30, namun berbeda pada suatu minggu. Ketika jam sudah menunjukan jam 11.30 koran-korannya masih cukup banyak tersisa, dan seperti biasa jika saya menawarkan jasa untuk membantunya menjualkan Koran-korannya ia selalu menolak dan berkata:” santai aja, tinggal sedikit kok”. Yang terjadi ialah saya hanya duduk di bawah sebuah pohon bersama teman-teman yang lain seperti anak-anak punk yang biasa nongkrong disana sambil mengamen(iwan, mustofa,muslimin,dll). Namun dari kejauhan sering saya amati betapa mas Hanafi ini sosok seseorang yang dihidupi oleh semangat kesabaran dalam dirinya. Walaupun Koran-korannya belum laris terjual habis tapi mas Hanafi selalu sebar dan tanpa putus asa untuk menawarkan Koran-korannya kepada siapa saja yang ia jumpai di perempatan Rampal. Walupun harus berada di bawah panas teriknya matahari yang membakar kulitnya, ia tetap dengan sabar melakukan pekerjaannya yang memang menjadi satu-satunya penghasilan dalam kehidupannya dan keluarganya. 
Walaupun penghasilannya tidak begitu besar namun ia setia melakukannya. Dari sikap mas Hanafi yang selalu sabar walaupun menghadapi kesukaran-kesukaran saya belajar untuk menjadi pribadi yang senantiasa menghidupi nilai kesabaran dalam kehidupan saya. Saya menyadari bahwa selama ini saya memang kurang sabar dalam menjalani kehidupan saya, dalam mengerjakan sesuatu saya juga terkadang kurang sabar, namun dengan ini pengalaman yang saya peroleh bersama mas Hanafi saya semakin di sadari untuk terus berjuang agar bisa menghidupi semangat kesabaran dalam hidup saya. Sabar juga menjadikan seseorang untuk bisa lebih tekun. Dengan kesabaran kita juga akan lebih mudah mendengar bisikan dan suara Tuhan dalam kehidupan kita.
3.      Iman yang menguatkan
Awalnya saya mengira mas hanafi adalah seperti orang-orang saya jumpai di perempatan Rampal pada lazimnya yaitu orang-orang yang putus sekolah yang tidak dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi sehingga memilih untuk menjual Koran untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupannya. Namun setelah cukup lama saya mengenal mas Hanafi melalui sharing-sharing kami yang kami jalani dengan saling terbuka akhirnya saya dapat mengetahui lebih mendalam siapa mas Hanafi yang sesungguhnya dan bagaimana mengenai kehidupan imannya, mas Hanafi adalah seorang penganut agama Islam yang taat akan tata cara hidup beragama, yang membuat aku lebih terkejut ialah ternyata mas Hanafi adalah seorang lulusan D3 dengan jurusan agama dan yang pasti adalah agama Islam. Disinilah dapat saya ketahui bahwa kesungguhannya dalam bersahabat dengan kami walaupun berbeda agama tidak menjadi halangan bagi kami untuk saling berkenalan dan bersahabat. Mas Hanafi ternyata sangat menghargai umat beragama yang lainnya, pernah ia berkata kepadaku bahwa yang berbeda hanyalah agama namun yang diimani teteplah satu yaitu Tuhan yang Maha Kuasa.
Pernah pada suatu hari ketika saya dan Galan mengunjungi rumahnya yang sederhana namun terasa sangat nyaman yang berada di subuah dusun yang bernama Kedung Kandang, di daerah Sawo Jajar, Malang. Terasa nyaman karena Semua karena orang-orang yang berada disana hidup dalam rasa syukur yang mendalam. Ketika berada dirumahnya saya melihat banyak tumpukan buku-buku mengenai ajaran agama Islam yang mas Hanafi gunakan selama ia menempuh studinya. Namun yang membuat saya agak merasa keheranan dan aneh adalah mengapa ia yang telah menyelesaikan sekolahnya diperguruan tinggi hanya bekerja sebagai seorang penjual Koran? Padahal jika dipikir-pikir ia dapat mengajar di sekolah sebagai pekerjaannya untuk memenuhi kebutuhan keluargannya.  Tapi inilah yang membuat ia sangat berbeda di hadapanku yaitu mengenai sikap-sikapnya dimana ia berpendapat bahwa ia memilih kuliah bukan hanya sekedar untuk mendapat pekerjaan kelaknya namun karena semata-mata ingin menumbuhkan imannya melalui pelajaran agama yang mendalam. Memang kedengaran aneh prinsip yang ia terapkan, tapi inilah yang saya pelajari bahwa yang terpenting dalam kehidupan ini bukanlah hal-hal yang hanya berhubungan dengan  yang materi dan fisik saja melainkan mengenai hal-hal surgawi yaitu dengan menumbuhkan iman kepada Tuhan. Mas Hanafi juga pernah mengatakan kepada saya yang membuat ia kuat dalam menjalani kehidupan yang seperti sekarang ini hanyalah IMAN, walaupun terlahir cacat dan kadang-kadang juga mengalami kekurangan ia tetap tabah menghadapinya dan tetap kuat dalam menjalaninya. Hanya dengan imanlah kita dapat kuat menjalani kehidupan ini dalam situasi apapun.

4.     Bersyukur itu harus!
Kalau harus mengikuti keinginan pribadi maka tidak ada seorangpun yang bakal merasa puas. Demikianlah yang terlontar dari mulut mas Hanafi pada saat kami sedang bercakap-cakap. Ia melanjutkan sembari memberi sebuah contoh yaitu mengenai banyaknya para anggota pemerintah yang korupsi seperti yang diberitakan pada Koran minggu itu yang telah ia jual. Setelah aku pikir-pikir ternyata memang benar walaupun sering kali kita mendengar bahwa manusia harus bersyukur atas apa yang telah ia terima sebagai pemberian dari Allah, namun pada kenyataannya tidaklah demikian malahan banyak orang yang kita jumpai yang kurang bersyukur, yang kaya ingin semakin kaya sehingga lupa dengan yang lain.  Banyak sekali peristiwa-peristiwa yang telah aku lewati bersama mas Hanafi sehingga aku berani mengatakan bahwa mas Hanafi adalah salah satu orang yang selalu bersyukur yang aku jumpai di perempatan Rampal. Sebagai seorang penjual Koran penghasilan sehari-harinya tidaklah sebanyak seperti orang-orang yang bekerja di perusahaan misalnya yang memperoleh penghasilah yang cukup tinggi. Walaupun demikian tidak pernah sekalipun saya mendengar mas Hanafi mengeluh akan apa yang ia peroleh sehari-hari sebagai seorang penjual Koran.
Aku merasa di Injili oleh mas Hanafi yang setiap minggunya selalu saya dengar ia bersyukur atas apa yang di peroleh dari Allah. Sikap bersyukur memang harus dimiliki oleh setiap manusia dalam kehidupannya, menyadari bahwa segalannya adalah kehendak dari Allah, berharap dan percaya adalah salah satu kunci untuk bersyukur. Berharap akan perlindungan Allah dan percaya akan apa yang Allah kehendakilah yang terjadi. Dengan kata lain sikap bersyukur adalah sikap penyerahan diri yang seutuhnya pada kehendak Allah. Seperti apa yang dikatakan oleh perawan Maria ”Terjadilah kepadaku menurut perkataan-Mu”. Banyak hal yang dapat kita syukuri dalah kehidupan kita, bersyukur atas cinta Allah yang selalu kita terima setiap hari, bersyukur atas kesehatan, bersyukur atas rejeki, bersyukur atas cinta dari sahabat-sahabat,keluarga dan masih banyak lagi.
Selama menjalani pendidikan dan pembinaan selama kurang lebih 1 tahun di Seminarium Internum terutama melalui program HOM(Hari Orang Miskin) yang semakin menjadikan saya menyadari akan kehadiran Allah dalam diri orang miskin sehingga menyadari saya akan misi saya sebagai seorang calon imam Kongregasi Misi seperti yang telah menjadi tujuan Kongregasi yaitu “Mengikuti Kristus pembawa kabar gembira kepada orang miskin”. Dengan menjalin persahabatan dan mengenal orang miskin aku semakin merasa dikuatkan melalui semangat-semangat dan sikap-sikap mereka dalam kehidupan sehari-hari. saya sangat merasa bersyukur karena bisa mengalami pengalaman langsung bersama orang miskin. Sehingga saya bukan hanya sekedar mengetahui dan mendeskripsikan saja mengenai orang miskin, melainkan dapat dengan nyata mengalami pengalaman bersama meraka.
Mungkin benar apa yang sering kita dengar bahwa kebanyakan orang hanya dapat berbicara mengenai orang miskin saja, namun tidak banyak orang yang mau berbicara dengan orang miskin. Sering kita beranggapan bahwa orang-orang miskin hanya membutuhkan bantuan yang bersifat materi saja, dengan demikian dapat dikatakan beres. Namun ternyata lebih dari itu yang sesungguhnya terjadi pada mereka, mereka yang sering di anggap kecil dan dicemoohkan oleh kebanyakan orang juga seperti kita yang membutuhkan perhatian, dihargai, disapa, didukung, ditopang, dan dicintai.  Dengan mengenal mereka aku dapat menyaksikan dan meperoleh keutamaan-keutamaan yang hidup, injil yang hidup yang terwujud dari perkataan dan perbuatan mereka. Pada mereka juga dapat saya temukan keutamaan-keutamaan St. Vinsensius. Kesederhanaan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan masih banyak lagi. Sungguh pada merekalah akau dapat merasakan kehadiran Allah yang terkadang tidak dapat dirasakan oleh kebanyakan orang jika hanya memangdang dengan ukuran duniawi yang hanya sebatas pada hal-hal materi dan fisik saja. Semua keutamaan-keutamaan ini merupakan INJIL YANG HIDUP bagi kita semua. Agar dapat selalu mengenakan semangat St.Vinsensius maka sungguh patutlah kita memohon doa dari bapa pendiri kita semangat untuk menjadi Vinsensian agar dapat mencintai orang-orang miskin dengan penuh cinta.
 Doa Mohon Semangat Vinsensian
Ya Allah Bapa kami, Putra-Mu telah menjelma dalam wujud manusia dan memeluk penderitaan di dunia,untuk membawa kabar gembira kepada orang miskin yang terlantar. Telah Kaugerakkan pula Vinsensius De Paul untuk mengikuti semangat Yesus Kristus Putra-Mu dengan setia. Dengan rendah hati kami, yang mensyukuri kharisma agung Vinsensius orang suci-Mu, memohon kepada-Mu: Gerakkanlah kiranya hati kami, dan orang-orang yang bertakwa kepada-Mu, untuk menghayati dan melaksanakan perutusan yang sama, melalui penyelenggaraan Ilahi-Mu yang suci.
            Pakailah segenap hati dan akal budi kami, lidah dan tangan kami, untuk menyatakan kasih dan pemeliharaan-Mu terhadap setiap orang, terlebih yang miskin dan terlantar, yang terluka dan terlupakan, yang lapar dan sukar mendapat makanan, yang teraniaya dan ternistakan, yang cacat dan tersingkirkan, yang terpuruk dan terhinakan, yang sakit dan tak terobatkan, yang menganggur dan tak mendapat pekerjaan, yang dibodohkan dan tak mendapat pendidikan, yang selalu dikorbankan dan tak berdaya, yang mendekati ajal dan kesepian, yang tak memiliki harapan dan tak pernah mendengarkan kabar Gembira dari-Mu.
            Dengan bantuan rahmat-Mu, dan terang Roh Kudus-Mu, tuntunlah kami pula untuk menemukan dan mengalami kehadiran-Mu dalam diri mereka, agar dalam kasih dan pelayanan kami kepada mereka kamipun diinjili, serta boleh menyatakan pengabdian dan bakti suci kami kepada-Mu, Allah yang tersembunyi dalam wajah-wajah orang miskin.
Semoga kami senantiasa diteguhkan oleh doa dan teladan Vinsensius orang suci-Mu, mengimani yang diimaninya, mencintai yang dicintainya, mempraktekkan keutamaan-keutamaan yang dihidupinya, senantiasa mengikuti dan melaksanakan kehendak-Mu, dan akhirnya beroleh bagian pula dalam perjamuan-Mu di surga.
Dimuliakanlah nama-Mu, ya Allah Tritunggal mahasuci, kini dan sepanjang segala masa. Amin.
Santo Vinsensius, doakanlah kami (3X)
Copied by the book of JALAN VINSENSIAN
Page 249

Tugas Peper Eklesiologi


GEREJA SEBAGAI PERANTARA KESELAMATAN ALLAH:
GEREJA MEMPERHATIKAN KAUM HOMOSEKSUALITAS
Pendahuluan
Dalam Lumen Gentium art 1. ditegaskan bahwa Gereja adalah tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Karena itu, kehadiran Gereja menjadi sarana dan sekaligus medium keselamatan yang dianugerahkan Allah kepada manusia melalui Yesus Kristus dalam zaman dan tempat di mana Gereja mewujudkan diri. Keadaan zaman turut mendesak Gereja untuk menunaikan tugas untuk mewartakan karya keselamatan ini agar semua orang memperoleh kesatuan sepenuhnya dalam Kristus.[1] 
Homoseksualitas adalah salah satu persoalan yang mendesak dan sekaligus serius bagi Gereja dalam rangka reksa pastoral dunia zaman ini. Persoalan ini tidak sekedar menjadi sebuah permasalahan moral dogmatis tetapi juga erat hubungannya dengan karya keselamatan Kristus yang universal, yang mengatasi batas-batas suku, budaya, agama, jenis kelamin dsb. Gereja dalam tugas sebagai pewarta keselamatan ini hendaknya tidak jatuh dalam prasangka negatif atas perilaku homoseksual yang sepertinya menyimpang dari dogma/ajaran umum Gereja. Gereja hendaknya lebih mengutamakan reksa pastoral yang tepat dalam memperhatikan kaum homoseksual agar mereka juga dapat merasakan benih-benih keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus. Oleh sebab itu, Gereja sebagai sakramen dan sekaligus mediasi keselamatan mempunyai tugas sebagai medium yang menyalurkan karya kasih Allah kepada semua manusia tanpa terkecuali.[2]
Mengingat bahwa Gereja sebagai sakramen dan sekaligus medium keselamatan antara Allah dan manusia, dalam paper ini akan dibahas sikap Gereja terhadap kaum homoseksual, yang mana dalam pandangan masyarakat umum, mereka dianggap sebagai masyarakat kelas dua karena penyimpangan seksual yang mereka alami. Sikap di sini tidak dimaksudkan sebagai suatu sikap yang ambivalen (Gereja menolak atau menerima) seperti yang dibahas dalam Teologi Moral, tetapi bagaimana Gereja berupaya mendampingi mereka dan memberikan reksa pastoral (pelayanan rohani) yang tepat, sehingga kaum homoseksual merasa bahwa mereka adalah bagian dari umat Allah. Tinjauan ini didasarkan pada ajaran Gereja seperti yang tertuang dalam Katekismus Katolik (khususnya bagian yang membahas tentang homoseksualitas) dan Dokumen Gereja yang ditulis oleh Kongregasi untuk Ajaran Iman dalam “Surat kepada Uskup Gereja Katolik Tentang Reksa Pastoral Orang-orang Homoseksualitas” dalam Dokumen Takhta Suci tentang Homoseksualitas, yang diterbitkan pada tahun 1986.

Pengertian Homoseksualitas: Beberapa Definisi
Secara etimologis, homoseksual terdiri dari dua kata yaitu homo dan seksualitas. Kata homo berasal dari kata dalam bahasa Latin yang berarti manusia. Sedangkan “seksualitas” berasal dari kata sexus (Lat.) yang berarti kelamin. Kecenderungan homoseksual juga dapat dibandingkan dengan kata “homotropie” (dari bahasa Yunani homos = sama/sejenis; tropos = arah, haluan). Bila pencetusan homotropie terjadi di bidang seksualitas genital, maka dapat disebut homoseksualitas.[3] Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual dan/atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama baik secara situasional maupun secara berkelanjutan.[4]
  Gerald D. Coleman, S.S. menyatakan bahwa homokseksual adalah keinginan yang mengarah pada tindakan seksual terhadap jenis kelamin yang sama. Homoseksual dapat dikatakan sebagai perasaan nikmat dan menyenangkan ketika menjalin relasi dengan pihak yang mempunyai kesamaan jenis kelamin. Sebaliknya akan timbul perasaan tidak semangat, benci, takut atau acuh tak acuh jika berelasi dengan jenis kelamin yang berbeda.[5]   
Menurut Karl-Heinz Peschke, homoseksual adalah rasa ketertarikan yang tetap, dominan, dan erotis terhadap pribadi jenis kelamin sama, yang acapkali (meskipun tidak mutlak) berkaitan dengan aktivitas seksual.[6]
Katekismus Gereja Katolik art. 2357 juga memberian definisi tentang homoseksualitas. Homoseksualitas merupakan relasi antara laki-laki dan perempuan yang merasakan ketertarikan seksual secara eksklusif atau terutama terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama.[7]
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, homoseksual didefinisikan sebagai kecenderungan atau ketertarikan kepada jenis kelamin yang sama. Kecenderungan ini dapat terjadi baik kepada laki-laki maupun kepada kaum perempuaan.
Fenomena Homoseksualitas Zaman ini: Data-data umum
Dewasa ini praktik dan propaganda homoseksual telah merebak di hampir seluruh Gereja Eropa. Modernisme yang menawarkan aneka kemudahan membuat manusia dapat dengan mudah menentukan pilihan hidup yang ia senangi. Oleh sebab itu, praktik homoseksual menjadi sesuatu yang lazim dalam gaya hidup masyarakat modern saat ini. Praktik homoseksualitas menjadi semacam life style baru yang diakui keberadaannya.
Gejala dan fenomena ini menjadi perbincangan dan perdebatan yang hangat bukan saja di kalangan para pelayan Gereja tetapi juga di kalangan umat beriman. Gereja semakin disibukkan dengan adanya permintaan agar perkawinan sejenis dilegalkan. Hal ini tentu didasarkan pada fakta bahwa dewasa ini penyimpangan seksual khususnya berkaitan dengan homoseksual sudah semakin marak terjadi. Bahkan ada kalangan yang menyatakan bahwa kecenderungan untuk melakukan kegiatan homoseksual sebenarnya normal pada manusia. Pendapat ini didasarkan pada data sejarah bahwa sudah sejak dahulu fenomena homoseksual terjadi bahkan pada tokoh-tokoh besar yang dicatat oleh Colin Spencer dalam tulisannya yang berjudul Sejarah Homoseksualitas : Dari Jaman Kuno Hingga Sekarang (diterjemahkan dari Histoire de l’homosexualité : De l’antiquité à nos jours)[8]. Padahal sudah sejak awal Gereja tegas dalam hal ini bahwa perkawinan yang diterima oleh Gereja adalah perkawinan tradisional yaitu antara pria dan wanita. Jadi tidak ada ruang dalam Gereja Katolik pada khususnya untuk perkawinan sejenis baik homoseks maupun lesbian.
Selain itu, adanya penilaian yang lunak terhadap praktik homoseksual – rupanya bukan tanpa alasan – dengan alasan kekurangmatangan seksual, kebiasaan atau contoh yang jelek atau alasan-alasan yang serupa yang tidak tersembuhkan. Alasan yang terakhir ini, yaitu dengan mencantumkan “yang tidak tersembuhkan” melahirkan argumentasi terhadap pembenaran relasi homoseksual dalam persekutuan cinta sejati melalui ikatan perkawinan.[9]
Permintaan atas pelegalan praktik homosekseksual, pemberian izin untuk perkawinan sejenis, dan izin untuk menahbiskan pelayan Gereja yang terlibat homoseksual rupanya telah membuat Gereja berpikir bahwa inilah saat yang tepat untuk memberi pernyataan sikap yang tegas. Pernyataan sikap yang tegas ini haruslah dilandaskan bukan hanya ajaran Gereja dan Tradisi tetapi juga tetap mengikuti perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Sebagai catatan di sini adalah mengikuti zaman dan ilmu pengetahuan bukan berarti Gereja akan bersikap lunak pada teori ilmiah yang membenarkan pelanggaran. Gereja tetap akan bersikap kristis dan mendasarkan ajarannya pada pokok-pokok ajaran yang benar.
Sikap Gereja Terhadap Kaum Homoseksual
Dalam ajaran Katolik, aktivitas homoseksual adalah sesuatu yang bertentangan dengan hukum alam dan penuh dosa,[10] sementara keinginan dan nafsu homoseksual adalah suatu kelainan (namun hal ini sendiri belum sepenuhnya dosa). Pihak Gereja menyatakan bahwa keinginan ataupun ketertarikan homoseksual itu sendiri belum tentu membentuk sebuah dosa.  Mereka dikategorikan sebagai sesuatu yang "menyimpang" dalam artian bahwa mereka mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang berdosa (yakni tindakan homoseksual). Namun, pengaruh-pengaruh yang di luar kendali seseorang tidak dianggap sebagai sesuatu yang berdosa baik dalam pengaruh itu sendiri maupun akibat dari pengaruh tersebut. Atas dasar alasan ini, walaupun Gereja menentang secara tegas usaha-usaha untuk mensahkan perilaku seksual sesama jenis kelamin, pihak Gereja juga secara resmi menekankan sikap hormat dan cinta kasih kepada mereka yang memiliki ketertarikan kepada sesama jenis. Oleh karena itu, Gereja dengan tegas menentang penganiayaan dan kekerasan terhadap kaum lesbian, gay, biseksual dan transeksual.
Catechismus Catholicae Ecclesiae tentang Homoseksualitas menyatakan bahwa kaum homoseks meski memiliki kecenderungan yang salah tetaplah harus disikapi dengan arif  yaitu diterima dengan penuh perhatian, belas kasih dan keramahan[11]. Dari anjuran ini dapat kita ketahui bahwa Gereja tidak mengucilkan kaum homoseks atau  mereka yang dianggap memiliki perilaku menyimpang dalam hal orientasi seksual, malahan Gereja memberi perhatian dengan menghindarkan sikap diskriminasi dari mereka.
"Jumlah pria dan wanita yang memiliki kecenderungan homoseksual yang tersimpan di bagian dirinya yang terdalam bukanlah sesuatu yang sepele. Kecenderungan ini, yang secara jujur merupakan suatu penyimpangan, merupakan suatu cobaan berat bagi kebanyakan dari mereka. Mereka harus diterima dengan rasa hormat, kasih, dan dengan kepekaan perasaan. Setiap tanda diskriminasi yang tidak adil dalam hubungannya dengan mereka harus dihindari. Mereka dipanggil untuk memenuhi keinginan Tuhan dalam hidup mereka dan, apabila mereka adalah umat Kristiani, untuk bersatu di dalam pengorbanan Salib Kristus dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang mereka mungkin hadapi karena kondisi mereka ini”.[12]
Selain itu, Gereja juga menawarkan anjuran sebagai berikut bagi mereka yang mempunyai ketertarikan terhadap sesama jenis:
"Kaum homoseksual dipanggil untuk hidup murni menahan nafsu. Dengan kemampuan untuk mampu mengendalikan diri sendiri yang mengajarkan mereka kebebasan dalam diri mereka sendiri, dengan kadang-kadang didukung oleh persahabatan yang tanpa pamrih, oleh doa dan karunia ilahi, mereka bisa dan seharusnya secara bertahap dan pasti mendekati menjadi sebagai seorang Kristiani yang sempurna”.[13]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap yang diambil Gereja bila berhadapan dengan homoseks adalah Gereja tidak bersikap kompromistis terhadap pelegalan perkawinan sejenis. Tetapi meski Gereja tidak berkompromi dalam hal perkawinan sejenis, Gereja tidak menghukum kaum homoseks, misalnya dengan menghentikan pelayanan kepada mereka. Gereja malahan mengharapkan keterlibatan kaum homoseks dalam pewartaan Kabar Gembira Yesus melalui pertobatan dan sikap mereka untuk secara sukarela mengubah perilaku seks mereka yang menyimpang dan mengarahkan diri pada ajaran Gereja sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh Kitab Suci, Tradisi, dan Magisterium[14].
 Penentuan Arah dan Sikap Gereja
   Isu dan polemik tentang homoseksualitas akhirnya mendapat tanggapan dari Kongregasi Ajaran Iman. Kongregasi ini menuliskan sebuah Dokumen Gereja yang ditujukan kepada para Uskup Katolik tentang “Reksa Pastoral Orang-orang Homoseksual” yang diterbitkan pada tahun 1986:
“Isu homoseksualias dan penilaian moral tindakan-tindakan homoseksualual (sic!) telah semakin menjadi masalah perdebatan publik, juga di kalangan Katolik. Karena perdebatan ini sering mengajukan argumen-argumen dan pernyataan-pernyataan yang tidak konsisten dengan ajaran Gereja Katolik, selayaknya hal itu menjadi suatu alasan keprihatinan pada semua yang terlibat di dalam pelayanan pastoral. Kongregasi ini telah menilainya cukup berat dan tersebar untuk menyampaikan kepada para uskup Gereja Katolik Surat tentang Reksa pastoral Orang-orang Homoseksualual (sic!).”[15]

Dalam artikel pertama dokumen ini, dijelaskan bahwa munculnya dokumen ini berkaitan erat dengan isu dan perdebatan publik tentang homoseksualitas, apakah aktivitas ini dilegalkan atau dianggap sebagai tabu (dalam hal ini mengarah kepada dosa). Isu ini juga menjadi polemik dalam Gereja terutama dalam menentukan sikapnya, apakah Gereja, di satu sisi, mendukung tindakan/aktivitas homoseksual (terutama dalam melegalkan perkawinan sesama jenis ini) atau di sisi lain menolak dengan tegas tindakan/aktivitas ini dengan mengacu pada Kitab Suci, Tradisi dan Magisterium Gereja.
Gereja tetap dalam posisinya yakni menolak dengan tegas aktivitas homoseksual, khususnya yang berhubungan dengan aktivitas genital. Gereja, seperti yang tertulis dalam dokumen ini, mendasarkan ajarannya pada Kitab Kejadian khususnya yang berhubungan dengan kisah penciptan manusia pertama sebagai gambar/rupa Allah, yang bertujuan untuk membentuk keturunan lewat hubungan suami dan istri (dari seorang laki-laki dan perempuan):
“Ajaran Teologis tentang penciptaan yang ada dalam Kitab Kejadian, menyediakan unsur-unsur fundamental untuk memecahkan dengan baik masalah-masalah yang diajukan homoseksualitas. Allah, dalam kebijaksanaan dan kasih-Nya yang tak terbatas, menyelenggarakan semua realitas sebagai suatu refleksi atas kebaikan-Nya. Ia menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, menurut gambar dan rupa-Nya. maka dari itu, manusia adalah Allah sendiri; dan dalam komplementaritas jenis kelamin, mereka dipanggil untuk merefleksikan kesatuan intern Sang Pencipta. Mereka melaksanakan hal ini dengan cara yang khusus dalam kerjasama dengan-Nya di dalam penerusan dengan saling memberi diri satu sama lain.”[16]

Meskipun Gereja telah menentukan sikapnya secara tegas terhadap aktivitas ini, Gereja tetap membuka diri terhadap kaum homoseksual yang membuka diri kepada pertobatan. Gereja tidak hanya jatuh dalam penilaian-penilaian moral atas tindakan ini, melainkan mencari rekasa pastoral yang tepat bagi kaum homoseksual. Gereja sadar akan tugasnya sebagai perantara keselamatan antara Allah dan manusia seperti yang diteladankan oleh Yesus Kristus.[17]
Solusi: Melihat Peran Gereja Sebagai Perantara (Penyalur) Keselamatan
Reksa Pastoral bagi Kaum Homoseksual
Pandangan Gereja tentang homoseksualitas dan karya reksa pastoral bagi kaum homoseksual seperti yang tertuang dalam surat pastoral merupakan bukti bahwa Gereja hadir dan menyapa semua orang, terlebih mereka yang tertindas. Gereja sadar bahwa kehadirannya di dunia adalah sebagai perantara (medium) keselamatan Allah yang memang diperuntukkan bagi semua orang, tidak terkecuali kaum homoseksual. Meskipun dalam ajaran resmi Gereja, Gereja dengan tegas menolak aktivitas homoseksual (terutama perkawinan sejenis), akan tetapi Gereja membuka diri bagi pelayanan iman dan kerohanian kaum homoseks melalui reksa pastoral. Dalam hal reksa pastoral, Gereja menegaskan bahwa sikap arif Gereja terhadap homoseks bukan berarti ada pemaafan moral kepada mereka meski tindakan mereka dianggap sesuai dengan kepribadian mereka[18]. Sikap demikian diambil Gereja karena ia menganggap diri sebagai penerus dan institusi yang taat kepada amanat suci Yesus.
Pelayanan kepada kaum homoseks dipastikan oleh Gereja dengan cara yang benar dan tidak menyesatkan. Gereja turut prihatin atas sikap sebagian orang atau kelompok yang memandang rendah homoseksual dan menjadikan mereka sebagai sasaran kebencian yang diungkapkan dalam bentuk verbal maupun tindakan di satu sisi, dan di sisi lain, Gereja juga turut prihatin atas propaganda homoseksualitas yang gencar terjadi saat ini[19]. Pelayanan ini adalah sebagai bentuk kesadaran dari Gereja berkenaan dengan tugasnya sebagai perantara (mediasi) keselamatan antara Allah dan manusia lewat Yesus Kristus. Gereja sadar bahwa tugas utamanya adalah menyampaikan karya keselamatan ini kepada semua orang tanpa terkecuali.[20] Gereja tetaplah berperan sebagai penerus ajaran cinta kasih dan perantara keselamatan Allah sesuai dengan yang ia imani. Oleh sebab itu Gereja (melalui hierarkinya) tidak akan pernah bertindak sebagai lembaga yang mengucilkan orang-orang yang bersalah karena Gereja telah belajar dari pengalaman masa lalunya dan sejarah yang telah turut membentuknya.
Perhatian pastoral Gereja terhadap kaum homoseks terbukti dari adanya permintaan Kongregasi untuk Ajaran Iman kepada para uskup untuk menyempurnakan dan menyesuaikan pelayanan pastoralnya dengan ajaran Gereja, bagi pribadi-pribadi homoseksual[21]. Kenyataan dewasa ini berhubungan dengan homoseks memang bisa menimbulkan kerancuan dan gangguan bagi sebagian orang. Untuk itu, perlu jugalah diwaspadai bahwa kerancuan dan gangguan yang muncul itu tidak sampai disalahgunakan demi kepentingan kelompok atau pribadi tertentu. Sikap bijaksana tetaplah menjadi acuan agar terhindar tindakan yang melecehkan orang-orang homoseks tetapi dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip yang sudah lama diajarkan oleh Gereja. Dengan kata lain tidak ada sikap diskriminasi tetapi juga tidak ada sikap pemberian izin atas pemakluman atas perilaku yang dianggap menyimpang, karena Gereja hadir dengan sikapnya yang menghormati kebebasan dan hak tiap individu. Dalam sikap hormatnya terhadap kebebasan dan hak tiap orang, Gereja tetap kristis menyuarakan pandangannya tentang kebenaran. Terlebih kebenaran seperti yang diwartakan oleh Yesus Kristus dalam karya pelayanan-Nya selama di dunia, khususnya dalam mendampingi mereka yang miskin dan menderita (bdk. Luk. 4:18-19).
Penutup
            Gereja sadar akan tugasnya sebagai perantara keselamatan Allah bagi hidup manusia. Oleh sebab itu, dengan daya dan upayanya, Gereja membantu kaum homoseksual dalam rangka menghadirkan karya keselamatan Allah agar dapat dirasakan pula oleh mereka. Karya keselamatan ini harus menyapa semua orang karena kasih Allah itu bersifat universal, melampaui segala sesuatu yang ada di dunia ini. Oleh sebab itu, hendaknya misi suci Gereja ini mendapat dukungan dari seluruh anggota Gereja (umat Allah). Umat Allah (dalam hal ini kaum awam yang juga adalah Gereja) juga mendapat tugas sebagai saksi karya keselamatan Allah bagi semua orang yang ada di dunia ini. Dalam Lumen Gentium (LG) art. 33 ditegaskan bahwa kaum awam turut serta dalam perutusan keselamatan Gereja. Karena Gereja pada dasarnya adalah umat Allah itu sendiri.







KEPUSTAKAAN,
Buku
Cahyadi, Krispurwana.  Benediktus XVI. Yogyakarta: Kanisius. 2010.

Coleman,Gerald D. S.S. Homosexuality: Catholic Teaching and Pastoral Practice, USA: Paulist Press, 1995.
Go, Dr. Piet, O. Carm., Seksualitas Perkawinan, Malang: STFT Widya Sasana, 1985.
Jacobs, Tom, SJ. Gereja Menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. 1988.
-------. Dinamika Gereja. Yogyakarta: Kanisius. 1979.
Peschke, Karl-Heinz, SVD., Etika Kristiani Jilid II Kewajiban Moral dalam kehidupan Pribadi, Maumere: Ledalero, 2003.
Homoseksualitas, seri Dokumen Gereja No.69, terj. R. P. Ignatius Sumarya, SJ dan Dr. Piet Go, O. Carm., Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2005.
Internet
Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Homoseksualitas, diakses tanggal 3 November 2010.

Dokumen Gereja
Dokumen Konsili Vatikan II, terj. R. Hardawiryana, S.J., Jakarta: OBOR, 1993.
Kompendium Katekismus Gereja Katolik, terj. Harry Susanto, SJ, Yogyakarta : Kanisius, 2009.


[1] Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium (Terang Bangsa-bangsa) art. 1.
[2] Dalam hal ini juga kaum homoseksualitas.
[3] Dr. Piet Go, O. Carm., Seksualitas Perkawinan, Malang: STFT Widya Sasana, 1985, hlm. 328.
[4] Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Homoseksualitas, diakses tanggal 3 November 2010.
[5] Gerald D. Coleman, S.S., Homosexuality: Catholic Teaching and Pastoral Practice, USA: Paulist Press, 1995, hlm. 15.
[6] Karl-Heinz Peschke,SVD., Etika Kristiani Jilid II Kewajiban Moral dalam kehidupan Pribadi, Maumere: Ledalero, 2003, hlm.307.
[7] Catechismus Catholicae Ecclesiae tentang Homoseksual art. 2357, tej. Dr. Piet Go, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Wali Gereja Indonesia, 2005, hlm. 27.
[9] Homoseksualitas: Pastoral dan Homoseksualitas, (Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2005), art 8.
[10] "Tindak-tanduk homoseksual bertentangan dengan hukum alam. Tindakan-tindakan ini menutup unsur pemberian kehidupan dalam perilaku seksual. Mereka tidak berasal dari sebuah tindakan saling mengisi secara seksual dan secara penuh kasih sayang yang tulus. Di dalam situasi apapun tindakan-tindakan ini bisa disahkan. (Katekismus Gereja Katolik art. 2357)
[11] Ibid, art 2358.
[12] Ibid.
[13] Ibid., art.2359.
[14] Dalam bukunya yang berjudul Seksualitas Perkawinan, Rm. Piet Go, O. Carm, memuat beberapa argumentasi atas penilaian homoseksualitas. Ada argumentasi itu: berdasarkan otoritas yaitu argumetasi berdasarkan Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dan argumentasi berdasarkan Tradisi dan Magisterium. (Bdk. Piet Go, O.Carm, Op.cit., hlm 333-334).
[15] Homoseksualitas..., Op.cit., art. 1.

[16] Ibid., art. 6
[17] Dr. Tom Jacobs, SJ, Gereja Menurut Perjanjian Baru, Yogyakarta: kanisius, 1988, hlm. 95.
[18] Ibid., art. 8.
[19] Ibid., art. 10.
[20] Krispurwana Cahyadi, SJ,  Benediktus XVI, Yogyakarta: Kanisius, 2010, hlm 60.
[21] Ibid, art. 15.