Rabu, 27 November 2013

Membangun Gereja dalam Konteks (EKLESIOLOGI)



Membangun Gereja dalam Konteks Patristik
Edison Tinambunan O.Carm
Dalam tulisan ini, Rm.Edison dengan cermat memberi gambaran kepada kita mengenai Gereja yang berkontekstual yang berdasarkan pada konteks patristik. Tujuanny   a ialah ingin mengajak kita bersama untuk melihat kembali secara mendalam apakah situasi dan kondisi yang terjadi pada zaman patristik masih relevan dan masih actual bagi kita yang hidup di zaman ini. oleh karena itu, tulisan ini ingin memberi gambaran kepada kita mengenai cara dan bagaimana para Bapa Gereja berkontekstual dalam membangun Gereja pada saat ini, apa saja kendala dan hambatan yang mereka alami, tentunya juga perlu kita telaah lebih mendalam dalam hubungannya dengan situasi Gereja yang berjalan dalam kondisi saat ini.
Dalam sejarahnya kita tidak dapat menyangkal bahwa para bapa Gereja yang menjadi pemula, penggagas, dan penggerak dalam melaksanakan Gereja yang berkontekstual. Merekalah yang menciptakan sejarah berkontekstual dalam mewartakan iman. Gereja yang berkontekstual dapat dimengerti dan dipahami sebagaimana Gereja dapat dan telah membuka diri terhadap situasi dan kondisi zaman yang terus-menerus mengalami perkembangan. Naman tidak sekedar sebatas itu saja, tatapi bagaimana Gereja juga dapat menghadirkan kembali hasil-hasil dari pemikiran mereka dan dihadirkan kembali dalam waktu, situasi dan kondisi sekarang ini. Maka tepatlah apa yang dimaksut oleh penulis bahwa dengan demikian dapat dikatakan dengan tepat bahwa berkontekstual dari Gereja yang berkontekstual.
Posisi patristik dalam pembentukan iman merupakan salah satu yang penting untuk kita ketahui, karena segala usaha yang dilakukan oleh para bapa Gereja menjadi sejarah teologi yang tidak dapat dipisahkan dari zaman nya hingga zaman sekarang ini. meskipun di Indonesia, kelihatanya hal ini kurang disadari sehingga patristik kurang mendapat tempat dalam kesadaran dan kehidupan saat ini. Patut kita syukuri bahwa atas usaha dan jasa para bapa Gereja yang telah mengemban tugas sebagai pemrakarsa dan saksi iman dan tradisi ,  Gereja memiliki pegangan, ajaran, dan kebenaran iman yang teguh. Karena merekalah yang telah menerima tradisi iman itu dari para rasul dan mewartakannya kembali kepada orang-orang Kristen lainnya. Sungguh luar biasa jasa mereka, para bapa Gereja mewartakan iman melalui segala aspek dalam kehidupan mereka, melalui teladan hidup mereka secara langsung.
Para bapa Gereja adalah tempat pertama untuk aktualisasi tradisi dan Kitab Suci yakni melalui ajaran-ajaran mereka. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa ajaran-ajaran yang kita terima saat ini masih dapat dibuktikan secara otentik karena masih dekat dengan sumbernya. Dalam mempertahankan iman serta ajaran kristiani, para bapa Gereja juga kerap mengalami kendala-kendala baik itu dari dalam diri maupun dari luar. Seperti yang kita ketahui bahwa kerap kali para bapa Gereja juga terjerumus ke dalam ajaran-ajaran sesat. Namun patut kita catat bahwa berkat jasa merekalah kita hingga saat ini iman itu dapat bertahan dan teguh serta mempunyai ajaran yang tepat mengenai ajaran iman kita. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para bapa Gereja adalah tempat pertama untuk Gereja yang berkontekstual ke dalam berbagai bidang. Seperti kultur, budaya, politik dan literatur. Kontekstualisasi yang mereka lakukan menjadi dasar dan pegangan kepada kita untuk menentukan hidup Gereja selanjutnya. Kekayaan iman yang telah diperjuangkan sejak zaman para bapa Gereja mengarah kepada manusia zaman sekarang ini. maka harus kita pertahank dan lanjutkan sesuai dengan tuntutan zaman.
Membangun Gereja Misioner dalam Terang “Ecclesia in Asia”
Raymundus Sudhiarsa SVD
Tulisan ini bermaksut untuk mengakat kembali sebuah pemahaman mengenai dua ciri utama hidup beriman kristiani (Gereja), yakni mengenai pendalaman hidup internalnya (communio) dan tanggung jawab eksternalnya (missio). Perlu diketahui bahwa communio dan missio merupakan dua karakter yang memberi penjelasan kepada kita mengenai identitas Gereja. Untuk memahaminya secara lebih mendalam kita perlu bertolak dari situasi dan kondisi masyarakat serta potret Gereja saat ini khususnya di Asia, karena perkembangan Gereja tidak dapat dihindarkan dari situasi dan kondisi kehidupan yang terjadi di masyarakat. Menjadi sorotan kita ialah mengenai keprihatinan yang dialami oleh kebanyakan masyarakat saat ini. Keadaan yang memprihatinkan seperti yang dialami dalam kehidupan umat beragama, politik, sosial, budaya, lingkungan hidup, ekonomi, hukum dll. Semuanya itu menimbulkan masalahnya masing-masing, dan Gereja tidak dapat mau tidak mau harus terlibat dan berkecimpung didalamnya.
Menghadapi situasi seperti ini maka tidak mengherankan jika timbul pertanyaan Gereja kontekstual yang berwajah Asia macam apakah yang dapat dan harus dibangun? Yang jelas Bapa Suci memberikan pengakuan publik akan necessitas dan validitas “Keasiaan Gereja-gereja Asia”. Yang dimaksut ialah tuntutan kepada Gereja-gereja lokal untuk lahir dengan wajah sosio-kultural setempat. Mencermati cara hidup orang-orang beriman di Indonesia yang dalam konteks dunia plural yang terus berkembang maka berikut ini beberapa gejala yang menjadi perhatian dan keprihatinan kita bersama:
1.      Sejalan dengan merebaknya relativisme religious
2.      Fundamentalis fanatic dan radikalisme agama.
3.      System dan struktur sosial yang tidak memiliki hati nurani.
Menjadi sorotan kita ialah bahwa Ecclesia in Asia terasa sarat dengan tema-tema misiologis dan pastoral, meskipun terasa nuansa-nuansa dogmatisnya, khususnya di bidang Kristologi dan Pneumatologi tetap kuat dan kental.
Patut digarisbawahi pentingnya tugas pewartaan ialah mengenai Yesus Kristus, juru Selamat. Tidak dapat tidak bahwa pokok pewartaan iman kita ialah Yesus Kristus. Pewartaan akan Yesus Kristus melalui Inkulturasi, artinya gambaran-gambaran Yesus dihadirkan kembali dalam pikiran dan budaya Asia. Perlu diingat bahwa dalam segala aspek pewartaan karya Roh Kudus juga memainkan peranan yang sangat penting dalam membangun Kerajaan Allah. Inkulturasi memainkan perannya yang cukup vital. Dalam konteks Asia maka yang ditekankan ialah berinkulturasi dalam budaya Asia. Gereja adalah Gereja yang berinkulturatif, Gereja yang berakar pada budaya setempat.
            Berbicara mengenai Gereja yang missioner maka kita berbicara mengenai Gereja yang matang dalam dunia yang pluralis, maksutnya ialah berbicara mengenai identitas Gereja itu sendiri dalam upaya mempertahankan dana mengembangkan iman.  Gereja yang memiliki identitas, Gereja yang berakat dari budaya, budaya yang mengajak orang untuk semakin beriman.

Berbicara dan Diam dalam Membangun Persaudaraan Sejati
B. A. Pareira O.Carm
Tulisan ini memaparkan kepada kita mengenai pemahaman dan pengertian mengenai “Bicara dan Diam dalam membangun Persaudaraan Sejati” dilihat secara Alkitabiah.  Pembatasan tema hanya pada Kitab Amsal. Dalam Kitab Amsal dikatakan bahwa salah satu tanda kebijaksanaan ialah tahu menguasai lidah. Orang dikatakan bijsaksana kalau ia tahu kapan harus berbicara dan kapan harus diam serta bagaimana harus berbicara. Dalam Kitab Amsal juga dikatakan bahwa “Hidup dan mati Terletak dalam Bicara” dalam pandangan orang bijak Israel penggunaan lidah itu sangat menentukan dalam pergaulan hidup. Didalam kata, berkata atau berbicara terletak mati hidupnya manusia.
Didalam banyak bicara pasti ada pelanggaran,
Tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi (10:19)
Kitab Amsal berbicara mengenai Bicara dan Diam, Amsal ini ingin mengatakan mengenai suatu pandangan yang sangat mendasar mengenai bicara dan diam. Bahkan dikatakan banyak bicara, banyak dosa. Namun terkadang juga menimbulkan pertanyaan, lalu kapan kita harus menahan diri? Dikatakan bahwa ketika orang membutuhkan kata-kata KASIH. Kasih itu diungkapkan tidak hanya melalui perbuatan, tetapi juga melalui kata-kata yang membangkitkan kasih. Dikatakan juga oleh penulis bahwa “Berbicara pada Waktunya itu Indah”, mengapa? Karena hanya kata-kata yang diucapkan tepat pada waktunya  atau pada saat yang tepat itu Indah dan efektif.
Dikatakan juga bahwa fungsi bicara ialah membentuk persekuatuan untuk memecahkan masalah yang tak terelakkan. Maka bicara itu harus tepat pada waktunya dan berdasarkan kasih. Sedangkan sebaliknya jika bicara yang menciptakan amarah makin menjauhkan penyelesaian masalah-masalah. Karena bicara semacam itu tidak menyelesaikan apa-apa. Yang tidak kalah penting ialah “ Mendengar dan Berpikir sebelum Bicara”.
Secara singkat dan jelas, penulis ingin menyampaikan kepada kita bahwa kita harus tahu kapan harus berbicara dan kapan kita harus diam. Serta harus tahu bagaimana berbicara sehingga dapat menyampaikan kasih.seperti yang dimaksutkan bahwa Bicara menjadi langkah pertama dalam membangun Persaudaraan Sejati. Dikatakan bahwa orang-orang harus bisa berbicara untuk membangun persaudaraan sejati seperti yang diungkapkan dalam Amsal 8:6-9.  Berkata dan diam tidak dapat dipisahkan dari Kebenaran, Kasih, dan Keindahan. Oleh sebab itu jika orang ingin belajar berbicara dan diam secara baik, maka ia harus belajar mencintai kebenaran, mengutamakan kasih yang mengagungkan keindahan persaudaraan.





Membangun Gereja dengan Cinta
Antonius Sad Budianto, CM
Tulisan ini mau membahas tentang hakikat Gereja yang seringkali dilupakan dan pengaruhnya melingkupi aspek pastoral Gereja yang sering diabaikan sebagai Gerakan Cinta. Banyak ungkapan yang telah menjelaskan kepada kita mengenai makna Cinta, ada yan melalui syair, puisi, drama dll.  Bahkan melalui pendapat dan ungkapannya. Sungguh menarik apa yang dikemukakan oleh penulis mengenai cinta. Cinta menurut penulis ialah sebuah ungkapan memberi perhatian dan menolong yang lain untuk berkembang. Tidak mementingkan dirinya sendiri. Maksutnya ialah setiap orang berjuang dan bergerak demi cinta, agar setiap orang menyadari cinta Tuhan.
Dalam pengertian cinta itu, Gereja sebagai gerakan cinta berorientasi dan berkecimpung didalam kehidupan manusia bukan pada suatu aturan dan tujuan tertentu tetepi pada masing-masing umat sebagai pribadi dan komunitas bukan sebagai program atau orientasi.               Menjadi penekanannya disini ialah bagi para Pastor, pemimpin umat yang menjadi pengerak dan pelaksana yang utama juga harus memperhatikan dirinya, sebelum ia memperhatikan umatnya. Maksutnya ialah memperhatikan kebutuhan dan perkembangan rohaninya. Dalam hal ini penulis ingin mengusulkan beberapa hal serta langkah-langkah dalam mewujudkan Cinta yakni dengan cara:
1.      Melihat,
2.      Menyapa,
3.      Memperhatikan,
4.      Mengenal,
5.      Mengajak, dan
6.      Membangun komunitas
Patut untuk diketahui dan diingat ialah bahwa Gereja adalah gerakan cinta Allah yang memanggil manusia untuk menajdi umat-Nya. Oleh akrena itu kita sebagai anggotanya harus ikut dalam mengusahakan komunitas yang bertumbuh dalam Cinta. Maka komunitas Gerakan Cinta semestinya menjadi jati diri dan kesadaran kita bersama sebagai umat Allah. setiap orang Kristiani dipanggil untuk masuk dalam komunitas gerakan cinta yang melihat, menyapa, memperhatikan, mengenal, mengajak, pastoral dan katekese Gereja harus mengarah kepada pembangunan komunitas seperti ini yakni: “Komunitas yang Membangun Gereja dengan Cinta”



Gereja Partikular keuskupan Malang dalam menata Dirinya
Mgr. H. J. S. Pandoyoputro O.Carm
Tulisan ini memberi sekilas pandang dan pengertian kepada kita mengenai situasi Gereja Partikular di Keuskupan Malang dalam menata dirinya seiring dengan beraneka ragamnya realitas yang terjadi di tengah-tengah bangsa dan umat katolik. Dalam menaggapai hal ini, Gereja Keuskupan Malang telah mengusahakan berbagai cara dalam menaggapi situasi dan kondisi yang terjadi di Keuskupan Malang. Segala program pemberdayaan umat selama ini terus digalakan, merupakan jawaban konkret dan dipandang sangat kontekstual terhadap permasalahan yang kini sedang terjadi. Dalam menanggapi situasi seperti ini, Gereja juga tidak dapat bekerja dan berjuang sendiri oleh karena itu sumbangsih dari berbagai ilmu dan dari berbagai pakar khususnya di bidang Teologi , sosisl, pastoral dan Kitab Suci serta filsafat, maka Gereja Keuskupan Malang yang dapat dikatakan sedang menata diri benar-benar akan menempuh sebagaimana harus terlaksana.
Penting juga untuk melihat dan mengetahui bahwa di Indonesia saat ini sedang terjadi sebuah transisi besar-besaran, kemajuan-kemajuan diberbagai bidang kehidupan manusia mengalami kemajuan drastis. Namun perlu dicatat bahwa untuk menciptakan apa yang menajadi cita-cita bersama yakni kesejahteraan umum, Indonesia masih mengalami kendala dan kurang berkembang. Mungkin baik jika kita melihat sebagian saja dalam beberapa realita yang sedang terjadi:
·         Di bidang sosial ekonomi
·         Di bidang politik atau ketatanegaraan
·         Di bidang keagamaan
·         Kelestarian alam di Nusantara kita terancam berat akibat penebangan hutan secara besar-besaran.
Proses inkulturasi penghayatan iman Kristiani dikatakan sebagian besar terjadi karena spontanitas dan kesinambungan tanpa rekayasa. Terutama pada umat yang serba sederhana diparoki-paroki dan stasi-stasi. Hal yang tanpak nyata dapat kita lihat dalam liturgi. Dimana inkulturasi terjadi dalam liturgi. Meskipun mengalami perdebatan hingga saat ini namun inilah realitanya. Inkulturasi memungkinkan terjadinya perjumpaan antara injil dan adat. Walaupun terkadang sering mengalami pertentangan diantara keduanya oleh para pakar yang kurang menyetujui inkulturasi. Dalam hal ini Uskup kita tetap memberi penekanan yang sangat baik mengenai pewartaan iman yang mana menajadi tanggung jawab kita bersama sebagai himpunan umat Allah. Kepada kaum muda juga ditekan berkaitan dengan pengkaderisasi pendidikan nilai melalui berbagai proses : pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Perhatian yang mendalam juga diberikan kepada pelestarian alam, seperti yang kita ketahui bahwa akibat penebangan hutan besar-besaran demi keuntungan ekonomi sehingga kelestarian alam menjadi tumbal dan diabaikan. Oleh karena itu penekanan pada pentingnya melihat situasi-situasi zaman yang mana mengajak para umat Allah untuk turut berperan aktif dalam mengusahakan kesejahteraan bersama.
Spiritualitas Membangun Gereja dari Konteks
Merry Sri Rejeki H.Karm
Tulisan ini memaparkan kepada kita mengenai situasi Gereja Katolik di Indonesia saat ini, semuanya tidak dapat tidak untuk bertolak dari sejarah. Karena perkembangan Gereja di Indonesia saat ini berawal dari sejarah yang telah mendahuluinya. Sejarah yang panjang mencatat bahwa perkembangan iman katolik di Indonesia diawali oleh berbagai aspek dalam kehidupan yang turut serta memberi pengaruh yakni dari aspek kebijakan politik, sosial dan ekonomi. Pemahaman baru mengenai Gereja yang bertumbuh dan berkembang didalam dunia yang mana mengajak dan menuntut manusia untuk terlibat didalamnya. Mendorong setiap manusia untuk menemukan Allah dalam  kehidupan sehari-harinya. Tentunya bersama-sama dengan Yesus berjalan dan mengembangkan iman itu dalam kontek di Indonesia.
Dari berbagai aspek kehidupan dapat dikatakan bahwa di Indonesia masih mengalami berbagai kekurangan dan permasalahan yang mungkin tidak dapat terselesaikan. Baik itu dari sudut ekonomi, ketidaksejahteraan, ketidakadilan, penganguran dimana-mana, alam yang rusak, krisis moral, sikap tidak jujur, serakah dll. Dengan demikian timbul pertanyaan bagi kita, bagaimana membangun Gereja dalam konteks seperti ini? sebuah tantangan yang mesti dijawab dan menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai umat Allah. menanggapi situasi seperti ini maka diperlukan suatu strategi atau cara, strategi yang dimaksut ialah strategi pastoral dalama membangun Gereja Indonesia. sebagai orang beriman yang mempunyai mentalitas ketimuran. Keterlibatan umat beriman dalam masyarakat tentu tidak dapat lepas dari ciri-ciri ketimuran itu. seperti kontemplasi, keheningan, gotong-royong, keselarasan dll. Sambil memperhitungkan unsur-unsur budaya-budaya, adat-istiadat, naka strategi pastoral yang kiranya tepat untuk membangun Gereja katolik dalam konteks ialah:
1.      Pepbinaan keluarga
2.      Pendampingan generasi muda
3.      Membangun Persekutuan Basis Gereja
4.      Pastoral keadilan dan perdamaian
5.      Pembinaan nilai-nilai kemanusiaan
6.      Mempersiapkan para aktivis penggerak Gereja
7.      Memperdayakan rakyat kecil
8.      Membina dialog dengan budaya dan umat beriman yang berkeyakinan lain.



Pergumulan kaum Religius dalam Konteks Pembangunan
Komunitas Basis Gerejani
Yosepha S.Sp.S
Tulisan ini memaparkan kepada kita dan memberi pengertian kepada kita mengenai pergumulan khususnya kaum religious dalam konteks membangun komunitas basis gerejani. Hasil perenungan ini memberikan kepada kita banyak gambaran mengenai apa itu Komunitas Basis Gerejani (KBG), bagaimana cara mengayatinya, kapan dan dimana. Dikatakan bahwa Komunitas Basis Gerejani adalah panguyuban (persekutuan) orang-orang Kristen yang didalamnya hidup semangat Kristus. Dimana umat Allah berkembang dan hidup secara dinamis berdasarkan pengalaman akan cinta kasih Allah. Dijelaskan bahwa Komunitas Basis Gerejani mempunyai Sembilan karakteristik sebagai beriukut :
1.      KBG adalah suatu kominitas yang mempunyai kesadaran akan hidup totalnya.
2.      KBG adalah suatu komunitas yang reflektif dan mengadakan penegasan
3.      KBG adalah suatu komunitas yang menyembuhkan dan mendamaikan
4.      KBG adalah suatu komunitas yang terorganisasi
5.      KBG adalah komunitas yang berdoa dan merayakan
6.      KBG adalah komunitas yang berpusat pada Kristus
7.      KBG terbuka bagi masyarakat luas dan dunia
8.      KBG berkaitan dengan hidup seutuhnya
9.      KBG berusaha mendatangkan kebebasan integral bagi anggota-anggotanya
Secara keseluruhan KBG menghayati semangat Injil dan kebersamaan,  saling mendukung, saling meneguhkan dan semangat berbagi dengan mengutamakan cinta kasih terhadap Sesama. Secara mendalam juga ditegaskan bahwa pergumulan kaum religious dalam membangun Komunitas Basis Gerejani terletak pada kesadaran yang seutuhnya bahwa kita semua terpanggil sebagai umat Allah, dengan demikian terlibat besama dalam menciptakan kesejahteraan bersana, kehidupan yang harmoni yang berlandaskan pada cinta kasih seperti yang tercermin dalam kehidupan Yesus Kristus. Dalam kehidupan sehari-hari juga ditegaskan oleh penulis bahwa tetap diperlukan seorang pemimpin Gereja/religious yang handal dan kompeten serta rendah hati guna membangun komunitas Basis Gerejani (KBG). Serta dibutuhkan juga religious yang terbuka dan mampu belajar terus-menerus.




Komunitas Basis dalam Perspektif Ilmu Perbandingan Agama
Donatus Sermada Kelen SVD


Tulisan ini ingin menunjukan dan menerangkan kepada kita mengenai ilmu perbandingan agama atau sering disebut dengan “Ilmu Agama”. Ilmu ini memberi perhatian khusus pada penelitian ilmiah terhadap agama. Karena merupakan penelitian secara ilmiah maka diterapkan metode empiris-positif dalam penelitianya dan memisahkan diri dari bidang teologi dan filsafat. Perbandingan agama, kata perbandingan kerap kali digunakan sebagai penunjuk atau untuk membahas menurut “kesamaan dan kemiripan”. Kata atau ungkapan yang kerap kali digunakan dalam cerita-cerita mitos yang mirip dari berbagai macam suku dan bahasa yang berbeda. Pemahaman ini lalu diterapkan untuk penelitian terhadap agama yang berbeda. Ilmu-ilmu empiris- positif selalu berpegang dan berpedoman pada model ini dalam menerapkan dan melakukan penelitian ilmiahnya, secara khusus dalam ilmu perbandingan agama.
Dalam tulisan ini juga dipaparkan mengenai tokoh-tokoh dari beberapa agama yang menjadi model serta teladan bagi umat beragama saat ini. Dimana tokoh-tokoh ini menjadi figur serta teladan bagi orang-orang yang percaya kepadanya. Dalam agama Islam seperti yang kita ketahui ialah Nabi Mohhamad, yang mana mempunyai sejarah yang cukup panjang sehingga saat ini kita dapat menjumpai para pengikutnya yang sangat domonan di Indonesia. karena sosok dan figurnya serta teladanya itulah ia menjadi sosok ideal bagi para pengikutnya. Tidak ketinggalan juga yakni sosok Yesus dari Nazaret serta pengikut-pengikutnya sebagai saksi. Karena ajaran-Nya itulah banyak orang-orang menjadi pengikutnya dan turut serta meneladani hidup-Nya yang selalu didasari oleh Cinta Kasih. Kemudian juga ada Buddha dan pengikut awalnya. Buddha atau sering disebut dengan Siddhatta Gotama diceritakan pergi mengembara mencari arti hidup dan kebenaran religious sehingga memperolehnya dan seiring dengan berjalannya waktu banya orang yang tergerak dan tertarik dengan apa yang telah di awali oleh Buddha dan menjadi pengikutnya.
 Pada tulisan ini juga dijelaskan mengenai relevansi Komunitas Basis untuk realitas Indonesia. seperti yang kita ketahui bahwa agama-agama besar di dunia ini seperti Islam, Kristen dan Buddha jelas berasal dari luar dan sudah lama menyebar di Nusantara ini. Namun perlu diketahui bahwa ada juga agama-agama yang tidak berasal dan berorientasi dari para pendirinya seperti hinduisme dan kepercayaan-kepercayaan lokal. Di Indonesia sebagai warga negara akan selalu kita jumpai setiap orang pasti memeluk satu agama, bahkan di suatu desa sekalipun. Oleh sebab itu dengan kemajemukan situasi di Indonesia ini, maka Komunitas Basis hanya dapat bejalan dan mendapat arti melalui penghayatannya. Yang patut menjadi perhatian kita dimana kita hidup di situasi kemajemukan ialah rasa hormat terhdap agama lain. Sikap seperti inilah yang selalu mendatangkan kedamaian dalam kehidupan bersama walaupun di dalam perbedaan.

Membangun Gereja dalam Konteks (EKLESIOLOGI)



Membangun Gereja dalam Konteks Patristik
Edison Tinambunan O.Carm
Dalam tulisan ini, Rm.Edison dengan cermat memberi gambaran kepada kita mengenai Gereja yang berkontekstual yang berdasarkan pada konteks patristik. Tujuanny   a ialah ingin mengajak kita bersama untuk melihat kembali secara mendalam apakah situasi dan kondisi yang terjadi pada zaman patristik masih relevan dan masih actual bagi kita yang hidup di zaman ini. oleh karena itu, tulisan ini ingin memberi gambaran kepada kita mengenai cara dan bagaimana para Bapa Gereja berkontekstual dalam membangun Gereja pada saat ini, apa saja kendala dan hambatan yang mereka alami, tentunya juga perlu kita telaah lebih mendalam dalam hubungannya dengan situasi Gereja yang berjalan dalam kondisi saat ini.
Dalam sejarahnya kita tidak dapat menyangkal bahwa para bapa Gereja yang menjadi pemula, penggagas, dan penggerak dalam melaksanakan Gereja yang berkontekstual. Merekalah yang menciptakan sejarah berkontekstual dalam mewartakan iman. Gereja yang berkontekstual dapat dimengerti dan dipahami sebagaimana Gereja dapat dan telah membuka diri terhadap situasi dan kondisi zaman yang terus-menerus mengalami perkembangan. Naman tidak sekedar sebatas itu saja, tatapi bagaimana Gereja juga dapat menghadirkan kembali hasil-hasil dari pemikiran mereka dan dihadirkan kembali dalam waktu, situasi dan kondisi sekarang ini. Maka tepatlah apa yang dimaksut oleh penulis bahwa dengan demikian dapat dikatakan dengan tepat bahwa berkontekstual dari Gereja yang berkontekstual.
Posisi patristik dalam pembentukan iman merupakan salah satu yang penting untuk kita ketahui, karena segala usaha yang dilakukan oleh para bapa Gereja menjadi sejarah teologi yang tidak dapat dipisahkan dari zaman nya hingga zaman sekarang ini. meskipun di Indonesia, kelihatanya hal ini kurang disadari sehingga patristik kurang mendapat tempat dalam kesadaran dan kehidupan saat ini. Patut kita syukuri bahwa atas usaha dan jasa para bapa Gereja yang telah mengemban tugas sebagai pemrakarsa dan saksi iman dan tradisi ,  Gereja memiliki pegangan, ajaran, dan kebenaran iman yang teguh. Karena merekalah yang telah menerima tradisi iman itu dari para rasul dan mewartakannya kembali kepada orang-orang Kristen lainnya. Sungguh luar biasa jasa mereka, para bapa Gereja mewartakan iman melalui segala aspek dalam kehidupan mereka, melalui teladan hidup mereka secara langsung.
Para bapa Gereja adalah tempat pertama untuk aktualisasi tradisi dan Kitab Suci yakni melalui ajaran-ajaran mereka. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa ajaran-ajaran yang kita terima saat ini masih dapat dibuktikan secara otentik karena masih dekat dengan sumbernya. Dalam mempertahankan iman serta ajaran kristiani, para bapa Gereja juga kerap mengalami kendala-kendala baik itu dari dalam diri maupun dari luar. Seperti yang kita ketahui bahwa kerap kali para bapa Gereja juga terjerumus ke dalam ajaran-ajaran sesat. Namun patut kita catat bahwa berkat jasa merekalah kita hingga saat ini iman itu dapat bertahan dan teguh serta mempunyai ajaran yang tepat mengenai ajaran iman kita. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para bapa Gereja adalah tempat pertama untuk Gereja yang berkontekstual ke dalam berbagai bidang. Seperti kultur, budaya, politik dan literatur. Kontekstualisasi yang mereka lakukan menjadi dasar dan pegangan kepada kita untuk menentukan hidup Gereja selanjutnya. Kekayaan iman yang telah diperjuangkan sejak zaman para bapa Gereja mengarah kepada manusia zaman sekarang ini. maka harus kita pertahank dan lanjutkan sesuai dengan tuntutan zaman.
Membangun Gereja Misioner dalam Terang “Ecclesia in Asia”
Raymundus Sudhiarsa SVD
Tulisan ini bermaksut untuk mengakat kembali sebuah pemahaman mengenai dua ciri utama hidup beriman kristiani (Gereja), yakni mengenai pendalaman hidup internalnya (communio) dan tanggung jawab eksternalnya (missio). Perlu diketahui bahwa communio dan missio merupakan dua karakter yang memberi penjelasan kepada kita mengenai identitas Gereja. Untuk memahaminya secara lebih mendalam kita perlu bertolak dari situasi dan kondisi masyarakat serta potret Gereja saat ini khususnya di Asia, karena perkembangan Gereja tidak dapat dihindarkan dari situasi dan kondisi kehidupan yang terjadi di masyarakat. Menjadi sorotan kita ialah mengenai keprihatinan yang dialami oleh kebanyakan masyarakat saat ini. Keadaan yang memprihatinkan seperti yang dialami dalam kehidupan umat beragama, politik, sosial, budaya, lingkungan hidup, ekonomi, hukum dll. Semuanya itu menimbulkan masalahnya masing-masing, dan Gereja tidak dapat mau tidak mau harus terlibat dan berkecimpung didalamnya.
Menghadapi situasi seperti ini maka tidak mengherankan jika timbul pertanyaan Gereja kontekstual yang berwajah Asia macam apakah yang dapat dan harus dibangun? Yang jelas Bapa Suci memberikan pengakuan publik akan necessitas dan validitas “Keasiaan Gereja-gereja Asia”. Yang dimaksut ialah tuntutan kepada Gereja-gereja lokal untuk lahir dengan wajah sosio-kultural setempat. Mencermati cara hidup orang-orang beriman di Indonesia yang dalam konteks dunia plural yang terus berkembang maka berikut ini beberapa gejala yang menjadi perhatian dan keprihatinan kita bersama:
1.      Sejalan dengan merebaknya relativisme religious
2.      Fundamentalis fanatic dan radikalisme agama.
3.      System dan struktur sosial yang tidak memiliki hati nurani.
Menjadi sorotan kita ialah bahwa Ecclesia in Asia terasa sarat dengan tema-tema misiologis dan pastoral, meskipun terasa nuansa-nuansa dogmatisnya, khususnya di bidang Kristologi dan Pneumatologi tetap kuat dan kental.
Patut digarisbawahi pentingnya tugas pewartaan ialah mengenai Yesus Kristus, juru Selamat. Tidak dapat tidak bahwa pokok pewartaan iman kita ialah Yesus Kristus. Pewartaan akan Yesus Kristus melalui Inkulturasi, artinya gambaran-gambaran Yesus dihadirkan kembali dalam pikiran dan budaya Asia. Perlu diingat bahwa dalam segala aspek pewartaan karya Roh Kudus juga memainkan peranan yang sangat penting dalam membangun Kerajaan Allah. Inkulturasi memainkan perannya yang cukup vital. Dalam konteks Asia maka yang ditekankan ialah berinkulturasi dalam budaya Asia. Gereja adalah Gereja yang berinkulturatif, Gereja yang berakar pada budaya setempat.
            Berbicara mengenai Gereja yang missioner maka kita berbicara mengenai Gereja yang matang dalam dunia yang pluralis, maksutnya ialah berbicara mengenai identitas Gereja itu sendiri dalam upaya mempertahankan dana mengembangkan iman.  Gereja yang memiliki identitas, Gereja yang berakat dari budaya, budaya yang mengajak orang untuk semakin beriman.

Berbicara dan Diam dalam Membangun Persaudaraan Sejati
B. A. Pareira O.Carm
Tulisan ini memaparkan kepada kita mengenai pemahaman dan pengertian mengenai “Bicara dan Diam dalam membangun Persaudaraan Sejati” dilihat secara Alkitabiah.  Pembatasan tema hanya pada Kitab Amsal. Dalam Kitab Amsal dikatakan bahwa salah satu tanda kebijaksanaan ialah tahu menguasai lidah. Orang dikatakan bijsaksana kalau ia tahu kapan harus berbicara dan kapan harus diam serta bagaimana harus berbicara. Dalam Kitab Amsal juga dikatakan bahwa “Hidup dan mati Terletak dalam Bicara” dalam pandangan orang bijak Israel penggunaan lidah itu sangat menentukan dalam pergaulan hidup. Didalam kata, berkata atau berbicara terletak mati hidupnya manusia.
Didalam banyak bicara pasti ada pelanggaran,
Tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi (10:19)
Kitab Amsal berbicara mengenai Bicara dan Diam, Amsal ini ingin mengatakan mengenai suatu pandangan yang sangat mendasar mengenai bicara dan diam. Bahkan dikatakan banyak bicara, banyak dosa. Namun terkadang juga menimbulkan pertanyaan, lalu kapan kita harus menahan diri? Dikatakan bahwa ketika orang membutuhkan kata-kata KASIH. Kasih itu diungkapkan tidak hanya melalui perbuatan, tetapi juga melalui kata-kata yang membangkitkan kasih. Dikatakan juga oleh penulis bahwa “Berbicara pada Waktunya itu Indah”, mengapa? Karena hanya kata-kata yang diucapkan tepat pada waktunya  atau pada saat yang tepat itu Indah dan efektif.
Dikatakan juga bahwa fungsi bicara ialah membentuk persekuatuan untuk memecahkan masalah yang tak terelakkan. Maka bicara itu harus tepat pada waktunya dan berdasarkan kasih. Sedangkan sebaliknya jika bicara yang menciptakan amarah makin menjauhkan penyelesaian masalah-masalah. Karena bicara semacam itu tidak menyelesaikan apa-apa. Yang tidak kalah penting ialah “ Mendengar dan Berpikir sebelum Bicara”.
Secara singkat dan jelas, penulis ingin menyampaikan kepada kita bahwa kita harus tahu kapan harus berbicara dan kapan kita harus diam. Serta harus tahu bagaimana berbicara sehingga dapat menyampaikan kasih.seperti yang dimaksutkan bahwa Bicara menjadi langkah pertama dalam membangun Persaudaraan Sejati. Dikatakan bahwa orang-orang harus bisa berbicara untuk membangun persaudaraan sejati seperti yang diungkapkan dalam Amsal 8:6-9.  Berkata dan diam tidak dapat dipisahkan dari Kebenaran, Kasih, dan Keindahan. Oleh sebab itu jika orang ingin belajar berbicara dan diam secara baik, maka ia harus belajar mencintai kebenaran, mengutamakan kasih yang mengagungkan keindahan persaudaraan.





Membangun Gereja dengan Cinta
Antonius Sad Budianto, CM
Tulisan ini mau membahas tentang hakikat Gereja yang seringkali dilupakan dan pengaruhnya melingkupi aspek pastoral Gereja yang sering diabaikan sebagai Gerakan Cinta. Banyak ungkapan yang telah menjelaskan kepada kita mengenai makna Cinta, ada yan melalui syair, puisi, drama dll.  Bahkan melalui pendapat dan ungkapannya. Sungguh menarik apa yang dikemukakan oleh penulis mengenai cinta. Cinta menurut penulis ialah sebuah ungkapan memberi perhatian dan menolong yang lain untuk berkembang. Tidak mementingkan dirinya sendiri. Maksutnya ialah setiap orang berjuang dan bergerak demi cinta, agar setiap orang menyadari cinta Tuhan.
Dalam pengertian cinta itu, Gereja sebagai gerakan cinta berorientasi dan berkecimpung didalam kehidupan manusia bukan pada suatu aturan dan tujuan tertentu tetepi pada masing-masing umat sebagai pribadi dan komunitas bukan sebagai program atau orientasi.               Menjadi penekanannya disini ialah bagi para Pastor, pemimpin umat yang menjadi pengerak dan pelaksana yang utama juga harus memperhatikan dirinya, sebelum ia memperhatikan umatnya. Maksutnya ialah memperhatikan kebutuhan dan perkembangan rohaninya. Dalam hal ini penulis ingin mengusulkan beberapa hal serta langkah-langkah dalam mewujudkan Cinta yakni dengan cara:
1.      Melihat,
2.      Menyapa,
3.      Memperhatikan,
4.      Mengenal,
5.      Mengajak, dan
6.      Membangun komunitas
Patut untuk diketahui dan diingat ialah bahwa Gereja adalah gerakan cinta Allah yang memanggil manusia untuk menajdi umat-Nya. Oleh akrena itu kita sebagai anggotanya harus ikut dalam mengusahakan komunitas yang bertumbuh dalam Cinta. Maka komunitas Gerakan Cinta semestinya menjadi jati diri dan kesadaran kita bersama sebagai umat Allah. setiap orang Kristiani dipanggil untuk masuk dalam komunitas gerakan cinta yang melihat, menyapa, memperhatikan, mengenal, mengajak, pastoral dan katekese Gereja harus mengarah kepada pembangunan komunitas seperti ini yakni: “Komunitas yang Membangun Gereja dengan Cinta”



Gereja Partikular keuskupan Malang dalam menata Dirinya
Mgr. H. J. S. Pandoyoputro O.Carm
Tulisan ini memberi sekilas pandang dan pengertian kepada kita mengenai situasi Gereja Partikular di Keuskupan Malang dalam menata dirinya seiring dengan beraneka ragamnya realitas yang terjadi di tengah-tengah bangsa dan umat katolik. Dalam menaggapai hal ini, Gereja Keuskupan Malang telah mengusahakan berbagai cara dalam menaggapi situasi dan kondisi yang terjadi di Keuskupan Malang. Segala program pemberdayaan umat selama ini terus digalakan, merupakan jawaban konkret dan dipandang sangat kontekstual terhadap permasalahan yang kini sedang terjadi. Dalam menanggapi situasi seperti ini, Gereja juga tidak dapat bekerja dan berjuang sendiri oleh karena itu sumbangsih dari berbagai ilmu dan dari berbagai pakar khususnya di bidang Teologi , sosisl, pastoral dan Kitab Suci serta filsafat, maka Gereja Keuskupan Malang yang dapat dikatakan sedang menata diri benar-benar akan menempuh sebagaimana harus terlaksana.
Penting juga untuk melihat dan mengetahui bahwa di Indonesia saat ini sedang terjadi sebuah transisi besar-besaran, kemajuan-kemajuan diberbagai bidang kehidupan manusia mengalami kemajuan drastis. Namun perlu dicatat bahwa untuk menciptakan apa yang menajadi cita-cita bersama yakni kesejahteraan umum, Indonesia masih mengalami kendala dan kurang berkembang. Mungkin baik jika kita melihat sebagian saja dalam beberapa realita yang sedang terjadi:
·         Di bidang sosial ekonomi
·         Di bidang politik atau ketatanegaraan
·         Di bidang keagamaan
·         Kelestarian alam di Nusantara kita terancam berat akibat penebangan hutan secara besar-besaran.
Proses inkulturasi penghayatan iman Kristiani dikatakan sebagian besar terjadi karena spontanitas dan kesinambungan tanpa rekayasa. Terutama pada umat yang serba sederhana diparoki-paroki dan stasi-stasi. Hal yang tanpak nyata dapat kita lihat dalam liturgi. Dimana inkulturasi terjadi dalam liturgi. Meskipun mengalami perdebatan hingga saat ini namun inilah realitanya. Inkulturasi memungkinkan terjadinya perjumpaan antara injil dan adat. Walaupun terkadang sering mengalami pertentangan diantara keduanya oleh para pakar yang kurang menyetujui inkulturasi. Dalam hal ini Uskup kita tetap memberi penekanan yang sangat baik mengenai pewartaan iman yang mana menajadi tanggung jawab kita bersama sebagai himpunan umat Allah. Kepada kaum muda juga ditekan berkaitan dengan pengkaderisasi pendidikan nilai melalui berbagai proses : pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Perhatian yang mendalam juga diberikan kepada pelestarian alam, seperti yang kita ketahui bahwa akibat penebangan hutan besar-besaran demi keuntungan ekonomi sehingga kelestarian alam menjadi tumbal dan diabaikan. Oleh karena itu penekanan pada pentingnya melihat situasi-situasi zaman yang mana mengajak para umat Allah untuk turut berperan aktif dalam mengusahakan kesejahteraan bersama.
Spiritualitas Membangun Gereja dari Konteks
Merry Sri Rejeki H.Karm
Tulisan ini memaparkan kepada kita mengenai situasi Gereja Katolik di Indonesia saat ini, semuanya tidak dapat tidak untuk bertolak dari sejarah. Karena perkembangan Gereja di Indonesia saat ini berawal dari sejarah yang telah mendahuluinya. Sejarah yang panjang mencatat bahwa perkembangan iman katolik di Indonesia diawali oleh berbagai aspek dalam kehidupan yang turut serta memberi pengaruh yakni dari aspek kebijakan politik, sosial dan ekonomi. Pemahaman baru mengenai Gereja yang bertumbuh dan berkembang didalam dunia yang mana mengajak dan menuntut manusia untuk terlibat didalamnya. Mendorong setiap manusia untuk menemukan Allah dalam  kehidupan sehari-harinya. Tentunya bersama-sama dengan Yesus berjalan dan mengembangkan iman itu dalam kontek di Indonesia.
Dari berbagai aspek kehidupan dapat dikatakan bahwa di Indonesia masih mengalami berbagai kekurangan dan permasalahan yang mungkin tidak dapat terselesaikan. Baik itu dari sudut ekonomi, ketidaksejahteraan, ketidakadilan, penganguran dimana-mana, alam yang rusak, krisis moral, sikap tidak jujur, serakah dll. Dengan demikian timbul pertanyaan bagi kita, bagaimana membangun Gereja dalam konteks seperti ini? sebuah tantangan yang mesti dijawab dan menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai umat Allah. menanggapi situasi seperti ini maka diperlukan suatu strategi atau cara, strategi yang dimaksut ialah strategi pastoral dalama membangun Gereja Indonesia. sebagai orang beriman yang mempunyai mentalitas ketimuran. Keterlibatan umat beriman dalam masyarakat tentu tidak dapat lepas dari ciri-ciri ketimuran itu. seperti kontemplasi, keheningan, gotong-royong, keselarasan dll. Sambil memperhitungkan unsur-unsur budaya-budaya, adat-istiadat, naka strategi pastoral yang kiranya tepat untuk membangun Gereja katolik dalam konteks ialah:
1.      Pepbinaan keluarga
2.      Pendampingan generasi muda
3.      Membangun Persekutuan Basis Gereja
4.      Pastoral keadilan dan perdamaian
5.      Pembinaan nilai-nilai kemanusiaan
6.      Mempersiapkan para aktivis penggerak Gereja
7.      Memperdayakan rakyat kecil
8.      Membina dialog dengan budaya dan umat beriman yang berkeyakinan lain.



Pergumulan kaum Religius dalam Konteks Pembangunan
Komunitas Basis Gerejani
Yosepha S.Sp.S
Tulisan ini memaparkan kepada kita dan memberi pengertian kepada kita mengenai pergumulan khususnya kaum religious dalam konteks membangun komunitas basis gerejani. Hasil perenungan ini memberikan kepada kita banyak gambaran mengenai apa itu Komunitas Basis Gerejani (KBG), bagaimana cara mengayatinya, kapan dan dimana. Dikatakan bahwa Komunitas Basis Gerejani adalah panguyuban (persekutuan) orang-orang Kristen yang didalamnya hidup semangat Kristus. Dimana umat Allah berkembang dan hidup secara dinamis berdasarkan pengalaman akan cinta kasih Allah. Dijelaskan bahwa Komunitas Basis Gerejani mempunyai Sembilan karakteristik sebagai beriukut :
1.      KBG adalah suatu kominitas yang mempunyai kesadaran akan hidup totalnya.
2.      KBG adalah suatu komunitas yang reflektif dan mengadakan penegasan
3.      KBG adalah suatu komunitas yang menyembuhkan dan mendamaikan
4.      KBG adalah suatu komunitas yang terorganisasi
5.      KBG adalah komunitas yang berdoa dan merayakan
6.      KBG adalah komunitas yang berpusat pada Kristus
7.      KBG terbuka bagi masyarakat luas dan dunia
8.      KBG berkaitan dengan hidup seutuhnya
9.      KBG berusaha mendatangkan kebebasan integral bagi anggota-anggotanya
Secara keseluruhan KBG menghayati semangat Injil dan kebersamaan,  saling mendukung, saling meneguhkan dan semangat berbagi dengan mengutamakan cinta kasih terhadap Sesama. Secara mendalam juga ditegaskan bahwa pergumulan kaum religious dalam membangun Komunitas Basis Gerejani terletak pada kesadaran yang seutuhnya bahwa kita semua terpanggil sebagai umat Allah, dengan demikian terlibat besama dalam menciptakan kesejahteraan bersana, kehidupan yang harmoni yang berlandaskan pada cinta kasih seperti yang tercermin dalam kehidupan Yesus Kristus. Dalam kehidupan sehari-hari juga ditegaskan oleh penulis bahwa tetap diperlukan seorang pemimpin Gereja/religious yang handal dan kompeten serta rendah hati guna membangun komunitas Basis Gerejani (KBG). Serta dibutuhkan juga religious yang terbuka dan mampu belajar terus-menerus.




Komunitas Basis dalam Perspektif Ilmu Perbandingan Agama
Donatus Sermada Kelen SVD


Tulisan ini ingin menunjukan dan menerangkan kepada kita mengenai ilmu perbandingan agama atau sering disebut dengan “Ilmu Agama”. Ilmu ini memberi perhatian khusus pada penelitian ilmiah terhadap agama. Karena merupakan penelitian secara ilmiah maka diterapkan metode empiris-positif dalam penelitianya dan memisahkan diri dari bidang teologi dan filsafat. Perbandingan agama, kata perbandingan kerap kali digunakan sebagai penunjuk atau untuk membahas menurut “kesamaan dan kemiripan”. Kata atau ungkapan yang kerap kali digunakan dalam cerita-cerita mitos yang mirip dari berbagai macam suku dan bahasa yang berbeda. Pemahaman ini lalu diterapkan untuk penelitian terhadap agama yang berbeda. Ilmu-ilmu empiris- positif selalu berpegang dan berpedoman pada model ini dalam menerapkan dan melakukan penelitian ilmiahnya, secara khusus dalam ilmu perbandingan agama.
Dalam tulisan ini juga dipaparkan mengenai tokoh-tokoh dari beberapa agama yang menjadi model serta teladan bagi umat beragama saat ini. Dimana tokoh-tokoh ini menjadi figur serta teladan bagi orang-orang yang percaya kepadanya. Dalam agama Islam seperti yang kita ketahui ialah Nabi Mohhamad, yang mana mempunyai sejarah yang cukup panjang sehingga saat ini kita dapat menjumpai para pengikutnya yang sangat domonan di Indonesia. karena sosok dan figurnya serta teladanya itulah ia menjadi sosok ideal bagi para pengikutnya. Tidak ketinggalan juga yakni sosok Yesus dari Nazaret serta pengikut-pengikutnya sebagai saksi. Karena ajaran-Nya itulah banyak orang-orang menjadi pengikutnya dan turut serta meneladani hidup-Nya yang selalu didasari oleh Cinta Kasih. Kemudian juga ada Buddha dan pengikut awalnya. Buddha atau sering disebut dengan Siddhatta Gotama diceritakan pergi mengembara mencari arti hidup dan kebenaran religious sehingga memperolehnya dan seiring dengan berjalannya waktu banya orang yang tergerak dan tertarik dengan apa yang telah di awali oleh Buddha dan menjadi pengikutnya.
 Pada tulisan ini juga dijelaskan mengenai relevansi Komunitas Basis untuk realitas Indonesia. seperti yang kita ketahui bahwa agama-agama besar di dunia ini seperti Islam, Kristen dan Buddha jelas berasal dari luar dan sudah lama menyebar di Nusantara ini. Namun perlu diketahui bahwa ada juga agama-agama yang tidak berasal dan berorientasi dari para pendirinya seperti hinduisme dan kepercayaan-kepercayaan lokal. Di Indonesia sebagai warga negara akan selalu kita jumpai setiap orang pasti memeluk satu agama, bahkan di suatu desa sekalipun. Oleh sebab itu dengan kemajemukan situasi di Indonesia ini, maka Komunitas Basis hanya dapat bejalan dan mendapat arti melalui penghayatannya. Yang patut menjadi perhatian kita dimana kita hidup di situasi kemajemukan ialah rasa hormat terhdap agama lain. Sikap seperti inilah yang selalu mendatangkan kedamaian dalam kehidupan bersama walaupun di dalam perbedaan.