Membangun Gereja dalam Konteks Patristik
Edison
Tinambunan O.Carm
Dalam
tulisan ini, Rm.Edison dengan cermat memberi gambaran kepada kita mengenai
Gereja yang berkontekstual yang berdasarkan pada konteks patristik.
Tujuanny a ialah ingin mengajak kita bersama
untuk melihat kembali secara mendalam apakah situasi dan kondisi yang terjadi
pada zaman patristik masih relevan dan masih actual bagi kita yang hidup di
zaman ini. oleh karena itu, tulisan ini ingin memberi gambaran kepada kita
mengenai cara dan bagaimana para Bapa Gereja berkontekstual dalam membangun
Gereja pada saat ini, apa saja kendala dan hambatan yang mereka alami, tentunya
juga perlu kita telaah lebih mendalam dalam hubungannya dengan situasi Gereja
yang berjalan dalam kondisi saat ini.
Dalam
sejarahnya kita tidak dapat menyangkal bahwa para bapa Gereja yang menjadi
pemula, penggagas, dan penggerak dalam melaksanakan Gereja yang berkontekstual.
Merekalah yang menciptakan sejarah berkontekstual dalam mewartakan iman. Gereja
yang berkontekstual dapat dimengerti dan dipahami sebagaimana Gereja dapat dan
telah membuka diri terhadap situasi dan kondisi zaman yang terus-menerus
mengalami perkembangan. Naman tidak sekedar sebatas itu saja, tatapi bagaimana
Gereja juga dapat menghadirkan kembali hasil-hasil dari pemikiran mereka dan
dihadirkan kembali dalam waktu, situasi dan kondisi sekarang ini. Maka tepatlah
apa yang dimaksut oleh penulis bahwa dengan demikian dapat dikatakan dengan
tepat bahwa berkontekstual dari Gereja yang berkontekstual.
Posisi
patristik dalam pembentukan iman merupakan salah satu yang penting untuk kita
ketahui, karena segala usaha yang dilakukan oleh para bapa Gereja menjadi
sejarah teologi yang tidak dapat dipisahkan dari zaman nya hingga zaman
sekarang ini. meskipun di Indonesia, kelihatanya hal ini kurang disadari
sehingga patristik kurang mendapat tempat dalam kesadaran dan kehidupan saat
ini. Patut kita syukuri bahwa atas usaha dan jasa para bapa Gereja yang telah
mengemban tugas sebagai pemrakarsa dan saksi iman dan tradisi , Gereja memiliki pegangan, ajaran, dan
kebenaran iman yang teguh. Karena merekalah yang telah menerima tradisi iman
itu dari para rasul dan mewartakannya kembali kepada orang-orang Kristen
lainnya. Sungguh luar biasa jasa mereka, para bapa Gereja mewartakan iman
melalui segala aspek dalam kehidupan mereka, melalui teladan hidup mereka
secara langsung.
Para
bapa Gereja adalah tempat pertama untuk aktualisasi tradisi dan Kitab Suci
yakni melalui ajaran-ajaran mereka. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa ajaran-ajaran
yang kita terima saat ini masih dapat dibuktikan secara otentik karena masih
dekat dengan sumbernya. Dalam mempertahankan iman serta ajaran kristiani, para
bapa Gereja juga kerap mengalami kendala-kendala baik itu dari dalam diri
maupun dari luar. Seperti yang kita ketahui bahwa kerap kali para bapa Gereja
juga terjerumus ke dalam ajaran-ajaran sesat. Namun patut kita catat bahwa
berkat jasa merekalah kita hingga saat ini iman itu dapat bertahan dan teguh
serta mempunyai ajaran yang tepat mengenai ajaran iman kita. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa para bapa Gereja adalah tempat pertama untuk Gereja yang
berkontekstual ke dalam berbagai bidang. Seperti kultur, budaya, politik dan
literatur. Kontekstualisasi yang mereka lakukan menjadi dasar dan pegangan
kepada kita untuk menentukan hidup Gereja selanjutnya. Kekayaan iman yang telah
diperjuangkan sejak zaman para bapa Gereja mengarah kepada manusia zaman
sekarang ini. maka harus kita pertahank dan lanjutkan sesuai dengan tuntutan
zaman.
Membangun
Gereja Misioner dalam Terang “Ecclesia in Asia”
Raymundus
Sudhiarsa SVD
Tulisan
ini bermaksut untuk mengakat kembali sebuah pemahaman mengenai dua ciri utama
hidup beriman kristiani (Gereja), yakni mengenai pendalaman hidup internalnya
(communio) dan tanggung jawab eksternalnya (missio). Perlu diketahui bahwa
communio dan missio merupakan dua karakter yang memberi penjelasan kepada kita
mengenai identitas Gereja. Untuk memahaminya secara lebih mendalam kita perlu
bertolak dari situasi dan kondisi masyarakat serta potret Gereja saat ini
khususnya di Asia, karena perkembangan Gereja tidak dapat dihindarkan dari
situasi dan kondisi kehidupan yang terjadi di masyarakat. Menjadi sorotan kita
ialah mengenai keprihatinan yang dialami oleh kebanyakan masyarakat saat ini.
Keadaan yang memprihatinkan seperti yang dialami dalam kehidupan umat beragama,
politik, sosial, budaya, lingkungan hidup, ekonomi, hukum dll. Semuanya itu
menimbulkan masalahnya masing-masing, dan Gereja tidak dapat mau tidak mau
harus terlibat dan berkecimpung didalamnya.
Menghadapi
situasi seperti ini maka tidak mengherankan jika timbul pertanyaan Gereja
kontekstual yang berwajah Asia macam apakah yang dapat dan harus dibangun? Yang
jelas Bapa Suci memberikan pengakuan publik akan necessitas dan validitas
“Keasiaan Gereja-gereja Asia”. Yang dimaksut ialah tuntutan kepada
Gereja-gereja lokal untuk lahir dengan wajah sosio-kultural setempat.
Mencermati cara hidup orang-orang beriman di Indonesia yang dalam konteks dunia
plural yang terus berkembang maka berikut ini beberapa gejala yang menjadi
perhatian dan keprihatinan kita bersama:
1.
Sejalan
dengan merebaknya relativisme religious
2.
Fundamentalis
fanatic dan radikalisme agama.
3.
System
dan struktur sosial yang tidak memiliki hati nurani.
Menjadi sorotan
kita ialah bahwa Ecclesia in Asia terasa sarat dengan tema-tema misiologis dan
pastoral, meskipun terasa nuansa-nuansa dogmatisnya, khususnya di bidang
Kristologi dan Pneumatologi tetap kuat dan kental.
Patut
digarisbawahi pentingnya tugas pewartaan ialah mengenai Yesus Kristus, juru
Selamat. Tidak dapat tidak bahwa pokok pewartaan iman kita ialah Yesus Kristus.
Pewartaan akan Yesus Kristus melalui Inkulturasi, artinya
gambaran-gambaran Yesus dihadirkan kembali dalam pikiran dan budaya Asia. Perlu
diingat bahwa dalam segala aspek pewartaan karya Roh Kudus juga memainkan
peranan yang sangat penting dalam membangun Kerajaan Allah. Inkulturasi
memainkan perannya yang cukup vital. Dalam konteks Asia maka yang ditekankan
ialah berinkulturasi dalam budaya Asia. Gereja adalah Gereja yang
berinkulturatif, Gereja yang berakar pada budaya setempat.
Berbicara mengenai Gereja yang
missioner maka kita berbicara mengenai Gereja yang matang dalam dunia yang
pluralis, maksutnya ialah berbicara mengenai identitas Gereja itu sendiri dalam
upaya mempertahankan dana mengembangkan iman.
Gereja yang memiliki identitas, Gereja yang berakat dari budaya, budaya
yang mengajak orang untuk semakin beriman.
Berbicara dan
Diam dalam Membangun Persaudaraan Sejati
B. A. Pareira
O.Carm
Tulisan
ini memaparkan kepada kita mengenai pemahaman dan pengertian mengenai “Bicara dan
Diam dalam membangun Persaudaraan Sejati” dilihat secara Alkitabiah. Pembatasan tema hanya pada Kitab Amsal. Dalam
Kitab Amsal dikatakan bahwa salah satu tanda kebijaksanaan ialah tahu menguasai
lidah. Orang dikatakan bijsaksana kalau ia tahu kapan harus berbicara dan kapan
harus diam serta bagaimana harus berbicara. Dalam Kitab Amsal juga dikatakan
bahwa “Hidup dan mati Terletak dalam Bicara” dalam pandangan orang bijak Israel
penggunaan lidah itu sangat menentukan dalam pergaulan hidup. Didalam kata,
berkata atau berbicara terletak mati hidupnya manusia.
Didalam
banyak bicara pasti ada pelanggaran,
Tetapi
siapa yang menahan bibirnya, berakal budi (10:19)
Kitab
Amsal berbicara mengenai Bicara dan Diam, Amsal ini ingin mengatakan mengenai
suatu pandangan yang sangat mendasar mengenai bicara dan diam. Bahkan dikatakan
banyak bicara, banyak dosa. Namun terkadang juga menimbulkan pertanyaan, lalu
kapan kita harus menahan diri? Dikatakan bahwa ketika orang membutuhkan
kata-kata KASIH. Kasih itu diungkapkan tidak hanya melalui perbuatan, tetapi
juga melalui kata-kata yang membangkitkan kasih. Dikatakan juga oleh penulis
bahwa “Berbicara pada Waktunya itu Indah”, mengapa? Karena hanya kata-kata yang
diucapkan tepat pada waktunya atau pada
saat yang tepat itu Indah dan efektif.
Dikatakan
juga bahwa fungsi bicara ialah membentuk persekuatuan untuk memecahkan masalah
yang tak terelakkan. Maka bicara itu harus tepat pada waktunya dan berdasarkan
kasih. Sedangkan sebaliknya jika bicara yang menciptakan amarah makin
menjauhkan penyelesaian masalah-masalah. Karena bicara semacam itu tidak
menyelesaikan apa-apa. Yang tidak kalah penting ialah “ Mendengar dan
Berpikir sebelum Bicara”.
Secara
singkat dan jelas, penulis ingin menyampaikan kepada kita bahwa kita harus tahu
kapan harus berbicara dan kapan kita harus diam. Serta harus tahu bagaimana
berbicara sehingga dapat menyampaikan kasih.seperti yang dimaksutkan bahwa
Bicara menjadi langkah pertama dalam membangun Persaudaraan Sejati. Dikatakan
bahwa orang-orang harus bisa berbicara untuk membangun persaudaraan sejati
seperti yang diungkapkan dalam Amsal 8:6-9.
Berkata dan diam tidak dapat dipisahkan dari Kebenaran, Kasih, dan
Keindahan. Oleh sebab itu jika orang ingin belajar berbicara dan diam secara
baik, maka ia harus belajar mencintai kebenaran, mengutamakan kasih yang
mengagungkan keindahan persaudaraan.
Membangun
Gereja dengan Cinta
Antonius
Sad Budianto, CM
Tulisan
ini mau membahas tentang hakikat Gereja yang seringkali dilupakan dan
pengaruhnya melingkupi aspek pastoral Gereja yang sering diabaikan sebagai
Gerakan Cinta. Banyak ungkapan yang telah menjelaskan kepada kita mengenai
makna Cinta, ada yan melalui syair, puisi, drama dll. Bahkan melalui pendapat dan ungkapannya.
Sungguh menarik apa yang dikemukakan oleh penulis mengenai cinta. Cinta menurut
penulis ialah sebuah ungkapan memberi perhatian dan menolong yang lain untuk
berkembang. Tidak mementingkan dirinya sendiri. Maksutnya ialah setiap orang
berjuang dan bergerak demi cinta, agar setiap orang menyadari cinta Tuhan.
Dalam
pengertian cinta itu, Gereja sebagai gerakan cinta berorientasi dan
berkecimpung didalam kehidupan manusia bukan pada suatu aturan dan tujuan tertentu
tetepi pada masing-masing umat sebagai pribadi dan komunitas bukan sebagai
program atau orientasi.
Menjadi penekanannya disini ialah bagi para Pastor, pemimpin umat yang
menjadi pengerak dan pelaksana yang utama juga harus memperhatikan dirinya,
sebelum ia memperhatikan umatnya. Maksutnya ialah memperhatikan kebutuhan dan
perkembangan rohaninya. Dalam hal ini penulis ingin mengusulkan beberapa hal
serta langkah-langkah dalam mewujudkan Cinta yakni dengan cara:
1.
Melihat,
2.
Menyapa,
3.
Memperhatikan,
4.
Mengenal,
5.
Mengajak,
dan
6.
Membangun
komunitas
Patut
untuk diketahui dan diingat ialah bahwa Gereja adalah gerakan cinta Allah yang
memanggil manusia untuk menajdi umat-Nya. Oleh akrena itu kita sebagai
anggotanya harus ikut dalam mengusahakan komunitas yang bertumbuh dalam Cinta.
Maka komunitas Gerakan Cinta semestinya menjadi jati diri dan kesadaran kita
bersama sebagai umat Allah. setiap orang Kristiani dipanggil untuk masuk dalam
komunitas gerakan cinta yang melihat, menyapa, memperhatikan, mengenal,
mengajak, pastoral dan katekese Gereja harus mengarah kepada pembangunan
komunitas seperti ini yakni: “Komunitas yang Membangun Gereja dengan Cinta”
Gereja
Partikular keuskupan Malang dalam menata Dirinya
Mgr.
H. J. S. Pandoyoputro O.Carm
Tulisan
ini memberi sekilas pandang dan pengertian kepada kita mengenai situasi Gereja
Partikular di Keuskupan Malang dalam menata dirinya seiring dengan beraneka
ragamnya realitas yang terjadi di tengah-tengah bangsa dan umat katolik. Dalam
menaggapai hal ini, Gereja Keuskupan Malang telah mengusahakan berbagai cara
dalam menaggapi situasi dan kondisi yang terjadi di Keuskupan Malang. Segala
program pemberdayaan umat selama ini terus digalakan, merupakan jawaban konkret
dan dipandang sangat kontekstual terhadap permasalahan yang kini sedang
terjadi. Dalam menanggapi situasi seperti ini, Gereja juga tidak dapat bekerja
dan berjuang sendiri oleh karena itu sumbangsih dari berbagai ilmu dan dari
berbagai pakar khususnya di bidang Teologi , sosisl, pastoral dan Kitab Suci
serta filsafat, maka Gereja Keuskupan Malang yang dapat dikatakan sedang menata
diri benar-benar akan menempuh sebagaimana harus terlaksana.
Penting
juga untuk melihat dan mengetahui bahwa di Indonesia saat ini sedang terjadi
sebuah transisi besar-besaran, kemajuan-kemajuan diberbagai bidang kehidupan
manusia mengalami kemajuan drastis. Namun perlu dicatat bahwa untuk menciptakan
apa yang menajadi cita-cita bersama yakni kesejahteraan umum, Indonesia masih
mengalami kendala dan kurang berkembang. Mungkin baik jika kita melihat
sebagian saja dalam beberapa realita yang sedang terjadi:
·
Di
bidang sosial ekonomi
·
Di
bidang politik atau ketatanegaraan
·
Di
bidang keagamaan
·
Kelestarian
alam di Nusantara kita terancam berat akibat penebangan hutan secara besar-besaran.
Proses
inkulturasi penghayatan iman Kristiani dikatakan sebagian besar terjadi karena
spontanitas dan kesinambungan tanpa rekayasa. Terutama pada umat yang serba
sederhana diparoki-paroki dan stasi-stasi. Hal yang tanpak nyata dapat kita lihat
dalam liturgi. Dimana inkulturasi terjadi dalam liturgi. Meskipun mengalami
perdebatan hingga saat ini namun inilah realitanya. Inkulturasi memungkinkan
terjadinya perjumpaan antara injil dan adat. Walaupun terkadang sering
mengalami pertentangan diantara keduanya oleh para pakar yang kurang menyetujui
inkulturasi. Dalam hal ini Uskup kita tetap memberi penekanan yang sangat baik
mengenai pewartaan iman yang mana menajadi tanggung jawab kita bersama sebagai
himpunan umat Allah. Kepada kaum muda juga ditekan berkaitan dengan
pengkaderisasi pendidikan nilai melalui berbagai proses : pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Perhatian
yang mendalam juga diberikan kepada pelestarian alam, seperti yang kita ketahui
bahwa akibat penebangan hutan besar-besaran demi keuntungan ekonomi sehingga
kelestarian alam menjadi tumbal dan diabaikan. Oleh karena itu penekanan pada
pentingnya melihat situasi-situasi zaman yang mana mengajak para umat Allah
untuk turut berperan aktif dalam mengusahakan kesejahteraan bersama.
Spiritualitas
Membangun Gereja dari Konteks
Merry Sri Rejeki H.Karm
Tulisan
ini memaparkan kepada kita mengenai situasi Gereja Katolik di Indonesia saat
ini, semuanya tidak dapat tidak untuk bertolak dari sejarah. Karena
perkembangan Gereja di Indonesia saat ini berawal dari sejarah yang telah
mendahuluinya. Sejarah yang panjang mencatat bahwa perkembangan iman katolik di
Indonesia diawali oleh berbagai aspek dalam kehidupan yang turut serta memberi
pengaruh yakni dari aspek kebijakan politik, sosial dan ekonomi. Pemahaman baru
mengenai Gereja yang bertumbuh dan berkembang didalam dunia yang mana mengajak
dan menuntut manusia untuk terlibat didalamnya. Mendorong setiap manusia untuk
menemukan Allah dalam kehidupan
sehari-harinya. Tentunya bersama-sama dengan Yesus berjalan dan mengembangkan
iman itu dalam kontek di Indonesia.
Dari
berbagai aspek kehidupan dapat dikatakan bahwa di Indonesia masih mengalami
berbagai kekurangan dan permasalahan yang mungkin tidak dapat terselesaikan.
Baik itu dari sudut ekonomi, ketidaksejahteraan, ketidakadilan, penganguran
dimana-mana, alam yang rusak, krisis moral, sikap tidak jujur, serakah dll.
Dengan demikian timbul pertanyaan bagi kita, bagaimana membangun Gereja dalam
konteks seperti ini? sebuah tantangan yang mesti dijawab dan menjadi tanggung
jawab kita bersama sebagai umat Allah. menanggapi situasi seperti ini maka
diperlukan suatu strategi atau cara, strategi yang dimaksut ialah strategi
pastoral dalama membangun Gereja Indonesia. sebagai orang beriman yang
mempunyai mentalitas ketimuran. Keterlibatan umat beriman dalam masyarakat
tentu tidak dapat lepas dari ciri-ciri ketimuran itu. seperti kontemplasi,
keheningan, gotong-royong, keselarasan dll. Sambil memperhitungkan unsur-unsur
budaya-budaya, adat-istiadat, naka strategi pastoral yang kiranya tepat untuk
membangun Gereja katolik dalam konteks ialah:
1.
Pepbinaan
keluarga
2.
Pendampingan
generasi muda
3.
Membangun
Persekutuan Basis Gereja
4.
Pastoral
keadilan dan perdamaian
5.
Pembinaan
nilai-nilai kemanusiaan
6.
Mempersiapkan
para aktivis penggerak Gereja
7.
Memperdayakan
rakyat kecil
8.
Membina
dialog dengan budaya dan umat beriman yang berkeyakinan lain.
Pergumulan kaum Religius dalam Konteks
Pembangunan
Komunitas Basis Gerejani
Yosepha S.Sp.S
Tulisan
ini memaparkan kepada kita dan memberi pengertian kepada kita mengenai
pergumulan khususnya kaum religious dalam konteks membangun komunitas basis
gerejani. Hasil perenungan ini memberikan kepada kita banyak gambaran mengenai
apa itu Komunitas Basis Gerejani (KBG), bagaimana cara mengayatinya, kapan dan
dimana. Dikatakan bahwa Komunitas Basis Gerejani adalah panguyuban
(persekutuan) orang-orang Kristen yang didalamnya hidup semangat Kristus.
Dimana umat Allah berkembang dan hidup secara dinamis berdasarkan pengalaman
akan cinta kasih Allah. Dijelaskan bahwa Komunitas Basis Gerejani mempunyai
Sembilan karakteristik sebagai beriukut :
1.
KBG
adalah suatu kominitas yang mempunyai kesadaran akan hidup totalnya.
2.
KBG
adalah suatu komunitas yang reflektif dan mengadakan penegasan
3.
KBG
adalah suatu komunitas yang menyembuhkan dan mendamaikan
4.
KBG
adalah suatu komunitas yang terorganisasi
5.
KBG
adalah komunitas yang berdoa dan merayakan
6.
KBG
adalah komunitas yang berpusat pada Kristus
7.
KBG
terbuka bagi masyarakat luas dan dunia
8.
KBG
berkaitan dengan hidup seutuhnya
9.
KBG
berusaha mendatangkan kebebasan integral bagi anggota-anggotanya
Secara
keseluruhan KBG menghayati semangat Injil dan kebersamaan, saling mendukung, saling meneguhkan dan
semangat berbagi dengan mengutamakan cinta kasih terhadap Sesama. Secara
mendalam juga ditegaskan bahwa pergumulan kaum religious dalam membangun
Komunitas Basis Gerejani terletak pada kesadaran yang seutuhnya bahwa kita
semua terpanggil sebagai umat Allah, dengan demikian terlibat besama dalam menciptakan
kesejahteraan bersana, kehidupan yang harmoni yang berlandaskan pada cinta
kasih seperti yang tercermin dalam kehidupan Yesus Kristus. Dalam kehidupan
sehari-hari juga ditegaskan oleh penulis bahwa tetap diperlukan seorang
pemimpin Gereja/religious yang handal dan kompeten serta rendah hati guna
membangun komunitas Basis Gerejani (KBG). Serta dibutuhkan juga religious yang
terbuka dan mampu belajar terus-menerus.
Komunitas Basis
dalam Perspektif Ilmu Perbandingan Agama
Donatus Sermada
Kelen SVD
Tulisan
ini ingin menunjukan dan menerangkan kepada kita mengenai ilmu perbandingan
agama atau sering disebut dengan “Ilmu Agama”. Ilmu ini memberi perhatian
khusus pada penelitian ilmiah terhadap agama. Karena merupakan penelitian
secara ilmiah maka diterapkan metode empiris-positif dalam penelitianya dan
memisahkan diri dari bidang teologi dan filsafat. Perbandingan agama, kata
perbandingan kerap kali digunakan sebagai penunjuk atau untuk membahas menurut
“kesamaan dan kemiripan”. Kata atau ungkapan yang kerap kali digunakan dalam
cerita-cerita mitos yang mirip dari berbagai macam suku dan bahasa yang
berbeda. Pemahaman ini lalu diterapkan untuk penelitian terhadap agama yang
berbeda. Ilmu-ilmu empiris- positif selalu berpegang dan berpedoman pada model ini
dalam menerapkan dan melakukan penelitian ilmiahnya, secara khusus dalam ilmu
perbandingan agama.
Dalam
tulisan ini juga dipaparkan mengenai tokoh-tokoh dari beberapa agama yang
menjadi model serta teladan bagi umat beragama saat ini. Dimana tokoh-tokoh ini
menjadi figur serta teladan bagi orang-orang yang percaya kepadanya. Dalam
agama Islam seperti yang kita ketahui ialah Nabi Mohhamad, yang mana mempunyai
sejarah yang cukup panjang sehingga saat ini kita dapat menjumpai para
pengikutnya yang sangat domonan di Indonesia. karena sosok dan figurnya serta
teladanya itulah ia menjadi sosok ideal bagi para pengikutnya. Tidak
ketinggalan juga yakni sosok Yesus dari Nazaret serta pengikut-pengikutnya
sebagai saksi. Karena ajaran-Nya itulah banyak orang-orang menjadi pengikutnya
dan turut serta meneladani hidup-Nya yang selalu didasari oleh Cinta Kasih. Kemudian
juga ada Buddha dan pengikut awalnya. Buddha atau sering disebut dengan
Siddhatta Gotama diceritakan pergi mengembara mencari arti hidup dan kebenaran religious
sehingga memperolehnya dan seiring dengan berjalannya waktu banya orang yang
tergerak dan tertarik dengan apa yang telah di awali oleh Buddha dan menjadi
pengikutnya.
Pada tulisan ini juga dijelaskan mengenai
relevansi Komunitas Basis untuk realitas Indonesia. seperti yang kita ketahui
bahwa agama-agama besar di dunia ini seperti Islam, Kristen dan Buddha jelas
berasal dari luar dan sudah lama menyebar di Nusantara ini. Namun perlu
diketahui bahwa ada juga agama-agama yang tidak berasal dan berorientasi dari
para pendirinya seperti hinduisme dan kepercayaan-kepercayaan lokal. Di
Indonesia sebagai warga negara akan selalu kita jumpai setiap orang pasti
memeluk satu agama, bahkan di suatu desa sekalipun. Oleh sebab itu dengan
kemajemukan situasi di Indonesia ini, maka Komunitas Basis hanya dapat bejalan
dan mendapat arti melalui penghayatannya. Yang patut menjadi perhatian kita
dimana kita hidup di situasi kemajemukan ialah rasa hormat terhdap agama lain.
Sikap seperti inilah yang selalu mendatangkan kedamaian dalam kehidupan bersama
walaupun di dalam perbedaan.