Senja Menyurai
Perintah magister untuk
menyerahkan fotokopi ijasah dan KTP membuat aku harus membongkar kembali semua
bekas yang sudah kususun rapi di koperku. Tiga bulan semenjak diterimanya aku
di institusi ini, nyaris tak sekalipun kusentuh koper tua pemberian ayahku itu.
Koper hitam yang dulu selalu menemani ayahku hilir-mudik, keluar-masuk hutan
dan lumpur di pedalaman Kalimantan Barat, hanya untuk murid-muridnya dan aku, anaknya
yang sedang menempuh sebuah “jalan gila”.
Koper yang kusembunyikan di bawah
tempat tidurku itu ternyata sudah mulai tertutup debu. Kukibaskan tanganku
diatasnya untuk memnyingkirkan debu-debu itu. Kubuka dan segera kubongkar semua
berkas yang ada didalamnya. Dimana?
Tanyaku dalam hati. Oh, ternyata terletak di bawah lembaran konsep pidato
Bahasa Inggris, pidato yang membawa aku menjadi juara II lomba pidato se-kabupaten
saat SMA dulu. Segera kupisahkan 10 lembar kertas fotocopy tersebut. Ketika aku
ingin menutup koper itu kembali, mataku tertarik pada sebuah diary yang kutulis
tiga tahun yang lalu. Kuambil, kubuka secara acak, dan kubaca isinya……
Senin, 11 mei 2009
(pukul 11.47 wib)
Hm….
Sebuah
kata lelah takan menggantikan hari-hari yang telah kulalui bersamamu. Memang
aku sadari, jika apa yang kita lakukan ini berawal dari sebuah kebohongan, tentu
saja kebohonganlah yang akan menjerat langkah kita nantinya. Aku sadari hal ini.
Semua terlalu berat ketika aku harus melangkah mendayu melewati riam-riam ini. Aku
tak tahu, apa kau merasakan hal yang sama seperti apa yang aku rasakan. Semoga saja, setiap rintik hujan bisa mengingat apa yang pernah kita
lalui bersama. Ketika switter putihku memayungi wajahmu. Atau ketika aku
tersandung pada batu di pinggri jalan itu.
Selasa, 12 mei 2009
(Pukul 17.39)
Sore
ini, aku duduk di Gua Maria Puteri Kapuas. Senja Menyurai masih sama seperti
hari kemarin. Aku juga masih sama seperti hari yang lalu. Masih sama dengan
setiap inci kedekilanku. Aku rasa, keresahan ini tak akan hilang termakan usia.
Duduk ditempat ini membuatku terus berpikir, berpikir, dan berpikir. Berpikir
tentang betapa beratnya mengarungi waktu tanpa sebuah harapan. Aku terpaku
memandangi patung Bunda Maria. Ia tersenyum menatapku seakan berkata,’’ Kau
kuat anakku ! Ccobalah untuk lebih baik lagi.
Huh……
Bunda,
apa kau tahu betapa lelahnya aku…???? Apa
kau tahu bahwa matahari disana sudah lelah menyinari bumi….???? Apa kau tahu
setiap keresahanku..??? Apa kau tahu menjalani panggilan adalah rencana Dia
bagiku..??? Oh Bunda… Andai kau bisa menjelas kan gelap yang hadir di benakku…
Andai saja kau bisa menanyakan kepada Anakmu, apa rencana-Nya dengan memanggil
aku…
Rabu, 13 Mei 2009
(Pukul 23.35 WIB)
Langit
mendung malam ini. Entah ia ingin bercerita tentang apa. Aku masih duduk dan
terdiam disini. Memang cukup berat bagi seorang lelaki yang harus menaruh mimpi
pada genangan air. Terkadang aku bertanya pada diriku sendiri, apa hari lalu
adalah sebuah cerita yang kelam ? mala mini, aku hendak menulis sesuatu tentang
cinta. Cinta adalah sebuah ekspresi emosi. Jadi, orang-orang tak akan bisa
menulis tentang cinta tanpa ia sendiri pernah mengalaminya. Cinta itu sudah
hadir sejak manusia pertama kali diciptakan, karena Allah adalah cinta. Aku dan
dia, kamu semua, ada karena cinta. Sebenarnya, banyak hal yang ingin kutulis tentang
cinta…
(Akhirnya…
aku benar-benar lelah untuk terus mengukir waktu. Andaipun segala sesuatu telah
berubah, aku tak akan pernah berubah. Segala hal yang aku pikirkan, aku
rasakan, dan aku lakukan akan tetap sama, seperti dahulu. Seperti banyak hal yang
pernah kita lalui bersama.)
.
. .
Kututup diariku. Kupejamkan mata.
Oh Tuhan, betapa banyak keresahan dan kecemasan yang telah kulewati dalam
panggilan ini. Ternyata, aku kuat bila bersama-Mu. Cinta dan panggilan, dua hal
yang akan terus kugeluti selanjutnya.
Tak selamanya masa lalu
menghadirkan kegelapan. Aku melihat terang di sana. Senja Menyurai akan
mengingatkan aku tentang hal itu. Senja yang romantis dengan ribuan siluetnya
yang indah. Mahakarya Tuhan !
Di tengah segala macam
pergulatanku saat ini, aku tersadar. Tuhan tak pernah mengecewakanku. Tuhan
mencintai aku, Ia mengangkat aku dan menjadikan aku sebagai hamba-Nya.
Seandainya Ia melepaskan tanganku, Ia tetap mengikat kakiku dengan cinta-Nya.
Aku menemukan hidupku disini. Aku menemukan kebersamaanku dengan Dia yang
memanggil aku. Oh my God ! I’m Crazzy for You. Biarlah semua kenangan lalu itu.
Semua akan ikut terbenam bersama senja Menyurai. Masih ada hari esok yang akan
kutempuh dalam panggilanku. Tak ada gunanya aku terkurung dalam masa lalu.
Kukemas kembali semua berkas
kedalam koperku. Kucium diariku. Kukembalikan. Kututup dan kukunci koper hitam
itu lagi. Aku keluar dan berlari. Terima kasih Tuhan untuk pengalaman hari ini.
Ya Tuhan, aku mencintai-Mu.
Ya Tuhan, aku datang untuk
melakukan kehendak-Mu !
.
. .
Malang, akhir September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar